(Taiwan, ROC) --- Apakah kamu punya teman yang jarang bersuara di media sosial, atau bahkan tidak pernah posting sama sekali? Di era modern ini, orang-orang seperti demikian terasa misterius dan sulit dipahami. Kebanyakan orang dengan senang hati berbagi kehidupan dan opini mereka secara daring, lalu apa yang membuat sebagian orang begitu hati-hati di dunia digital?
圖/PEXELS
Mari kita coba memahami orang-orang yang memilih untuk diam di media sosial. Orang yang low profile di dunia maya punya delapan ciri khas:
1. Mereka menghargai privasi
Orang dengan akun terkunci atau jarang posting biasanya lebih menghargai privasi dan ruang pribadi mereka dibandingkan pengguna lain. Bagi mereka, privasi bukan hanya menyembunyikan foto memalukan atau memisahkan kehidupan pribadi dengan profesional. Mereka sangat selektif dalam mengatur siapa yang dapat melihat informasi mereka dan mengontrol akses terhadapnya.
Dengan mengatur pengaturan privasi di media sosial, mereka mengendalikan jejak digital mereka. Ini bukan berarti mereka anti-sosial atau tidak ramah. Ini justru menunjukkan pemahaman mendalam tentang bagaimana informasi digunakan dan disalahgunakan di era digital.
Jadi, jika kamu penasaran mengapa temanmu begitu tertutup di dunia maya, mungkin saja mereka hanya ingin melindungi privasinya.
2. Mereka komunikator yang selektif
Teman yang mengunci profil media sosial dan jarang posting cenderung lebih selektif dalam interaksi sosial. Mereka tidak suka basa-basi atau terlibat dalam obrolan ringan. Ini bukan berarti mereka penyendiri, justru sebaliknya. Mereka adalah pemikir yang mendalam dan penuh wawasan. Mereka lebih menyukai percakapan yang bermakna dan mendalam daripada obrolan singkat dan dangkal.
Selektivitas mereka dalam berkomunikasi juga berlaku di media sosial. Dengan jarang posting, mereka memastikan bahwa apa yang mereka bagikan adalah hal berbobot dan memang layak untuk dibagikan. Hal ini mengingatkan kita bahwa kualitas lebih penting daripada kuantitas, terutama dalam hal komunikasi.
圖/媽媽寶寶
3. Peningkatan Produktivitas
Meskipun tampaknya tidak berkaitan, tetapi kebiasaan media sosial seseorang dapat memengaruhi produktivitas mereka. Sebuah studi oleh University of British Columbia menemukan bahwa peserta yang membatasi pengecekan email menjadi tiga kali sehari, melaporkan bahwa tingkat stres yang dialami menjadi lebih rendah dan dapat meningkatkan konsentrasi.
Prinsip ini juga dapat diterapkan pada penggunaan media sosial. Individu yang tidak aktif di media sosial terhindar dari bombardir notifikasi, pembaruan, dan pesan yang terus menerus. Pengurangan gangguan digital ini memungkinkan mereka untuk mengalokasikan lebih banyak waktu dan perhatian pada tugas-tugas yang ada, yang mengarah pada peningkatan produktivitas.
Oleh karena itu, kebiasaan media sosial yang terkendali dapat menjadi faktor yang berkontribusi terhadap kemampuan mereka untuk menyelesaikan sesuatu secara efisien.
4. Mengutamakan Hubungan yang Autentik
Individu yang tidak mencolok di media sosial sering kali memprioritaskan koneksi yang bermakna dan mendalam daripada hubungan yang dangkal. Mereka fokus pada pemeliharaan lingkaran sosial yang erat daripada akumulasi pengikut atau teman online dalam jumlah besar.
Alih-alih memandang media sosial sebagai platform untuk penyiaran diri, mereka menggunakannya secara selektif untuk terhubung dengan teman dan keluarga dekat. Posting mereka ditujukan untuk interaksi yang tulus dengan orang-orang yang mereka sayangi, bukan untuk membuat kagum kenalan biasa.
Penekanan pada kualitas daripada kuantitas dalam hubungan ini menyoroti penghargaan mereka terhadap keaslian dan ikatan interpersonal yang kuat.
5. Menghargai Keterlibatan dengan Saat Ini
Di dunia yang didorong oleh media sosial, individu sering kali terpaku pada dokumentasi pengalaman daripada sepenuhnya hadir pada saat itu. Namun, mereka yang tidak aktif di media sosial menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk terlibat dengan kehidupan mereka saat ini.
Bebas dari kebutuhan untuk mengabadikan setiap momen untuk konsumsi publik, mereka dapat sepenuhnya membenamkan diri dalam pengalaman mereka, menyerap keindahan dan makna tanpa filter atau lensa kamera.
Filosofi ini mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya menciptakan kenangan abadi daripada mengejar validasi online yang cepat berlalu. Dengan melepaskan diri dari paksaan untuk mendokumentasikan setiap aspek kehidupan, mereka bisa membebaskan diri mereka sendiri untuk benar-benar merangkul saat ini dan membina hubungan yang lebih dalam dengan dunia di sekitar mereka.
圖/親子天下
6. Merasa Nyaman dengan Kesendirian
Individu yang menjaga privasi media sosial dan jarang mengunggah konten seringkali adalah individu yang menikmati dan menghargai kesendirian mereka. Mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri dan dapat menemukan penghiburan, kreativitas, dan refleksi dalam kesendirian.
Penggunaan media sosial mereka, jika ada, ditujukan untuk terhubung dengan orang yang mereka sayangi, bukan untuk mengisi waktu luang atau menghindari kesendirian. Rasa nyaman dengan kesendirian ini menghasilkan hubungan yang lebih sehat dengan media sosial, yaitu hubungan yang tidak bergantung pada pembaruan atau tren yang konstan.
7. Percaya Diri
Individu yang menjaga privasi profil media sosial mereka dan jarang mengunggah konten memiliki rasa percaya diri yang kuat. Mereka tidak mencari validasi eksternal melalui like, komentar, atau share. Ini bukan berarti mereka tidak peduli dengan pendapat orang lain, tetapi mereka tidak membiarkan persepsi orang lain mendikte harga diri mereka.
Rasa bahagia dan harga diri mereka datang dari dalam, bukan dari persetujuan online. Jarangnya mereka mengunggah postingan bukanlah cerminan dari kehidupan yang tidak menarik, tetapi merupakan indikasi bahwa mereka terlalu sibuk untuk menjalaninya.
Kepercayaan diri ini memungkinkan mereka untuk menjadi diri mereka sendiri yang sebenarnya, baik online maupun offline.
8. Menghargai Orisinalitas
Mereka yang memprioritaskan privasi media sosial sangat menghargai orisinalitas. Mereka percaya untuk menjadi diri mereka sendiri yang sebenarnya di dunia digital, terlepas dari tren atau tekanan sosial. Alih-alih menciptakan pesona online yang sempurna, mereka memilih untuk menampilkan diri mereka yang sebenarnya.
Postingan mereka yang jarang, adalah cerminan asli dari kehidupan dan nilai-nilai mereka, bukan versi yang dikuratori atau diidealkan.
Cara kita menggunakan media sosial mencerminkan nilai, preferensi, dan pilihan sadar kita dalam berinteraksi dengan dunia. Tidak ada pendekatan yang benar atau salah, baik itu terbuka dan aktif di media sosial atau menjaga privasi dan selektivitas.
Yang penting adalah kita menggunakan platform ini dengan cara yang selaras dengan nilai-nilai kita dan memperkaya hidup kita, sambil menghormati pilihan orang lain untuk melakukan hal yang sama.