2024-10-28Jurnal Maria Sukamto 瑪麗亞週記
Apa kabar para JM lovers para Jmers? Semoga sehat sejahtera selalu jiwa dan raga.
teman-teman Jmers pasti pernah makan di restoran, di depot, di warung bukan? Dan apakah Anda pernah makan sendirian di tempat-tempat penjualan makanan umum? Tampaknya di zaman sekarang, makan sendiri di sebuah restoran besar atau kecil sudah tidak menciptakan pemandangan aneh lagi. Apalagi sekarang banyak orang menuliskan me time di laman status media sosialnya. Atau mengatakan dengan sengaja, ia sedang menikmati me time nya. Yaitu waktu kesendiriannya. Tetapi beberapa tahun lalu kalau makan sendirian terutama makan daging bakar di restoran BBQ di Jepang ternyata akan mengundang ketidaknyaman, beberapa hari yang lalu saya membaca artikel dari seorang penulis yang menceritakan pengalaman buruknya beberapa waktu lalu ketika makan daging bakar di restoran sendirian.
Ia mendapatkan perlakuan tidak enak. Ia bertanya “Apa kesalahan orang yang makan sendirian?” karena ia mendapatkan pandangan benci, penuh cemooh dari para pelayan restoran, meskipun ia tidak ditolak, dan tetap mengizinkannya makan sendirian, dan kebetulan ia adalah seorang YouTuber, maka ketika ia makan sambil menayangkan live di YouTube, dan para followernya juga turut senang melihatnya makan daging bakar, ketika ia berhenti makan sambil menunggu kudapan sebagai penutup mulut datang, ia pergi ke toilet, tetapi apa yang ia lihat ketika kembali ke tempat duduknya? Meja sudah bersih, barang seperti sebungkus rokok dan benda pribadinya yang tadi ditaruh di meja, ternyata dibuang pelayan resto ke tong sampah, sebagai tanda protes dan ketidaksenangan resto terhadap orang yang makan sendirian di restonya, seperti menyatakan kalau makan sendiri tidak wellcome di sana, dan sekaligus mengisyaratkan bahwa makan sendiri adalah hal yang dibenci masyarakat.
Memang, sejak dulu saya sudah tahu keadaan ini di Jepang, tapi kemudian semakin bisa diterima, karena semakin banyak orang Jepang yang hidup sendirian, tanpa teman, jadi mana mungkin mereka bisa ada teman untuk makan bareng. Memang tahun-tahun belakangan ini, masyarakat Jepang mengalami perubahan dalam gaya hidup, semakin menonjolkan kesendirian, dari peralatan listrik juga sangat berdampak, misalnya mulai dijual mesin cuci piring untuk jatah 1-2 orang, karena biasanya mesin cuci piring itu paling minim untuk 9 orang, dan yang umum adalah kapasitas untuk 13-15 orang, kalau dari ukuran, yang paling minim lebar 45 cm, itupun tidak semua manufaktur membuatnya, dan semua menjual ukuran lebar 60 cm untuk kapasitas keluarga. Dan 5 tahun belakangan mulai muncul meskin cuci piring yang bisa ditaruh di atas meja dapur, ukuran kecil, yang bisa mencuci piring kapasitas 4-6 orang, dan bahkan sekarang di Jepang tahun lalu mulai dijual untuk 1-2 orang saja, jadi kecil mungil.
Untuk oven sebenarnya sudah banyak yang berukuran kecil, demikian pula rice cooker untuk satu orang juga sudah mudah dibeli.
Sekarang sudah zamannya Me Time, dan menjadi arus utama malah. Jadi kalau sekarang makan daging bakar sendiri di restoran BBQ, tidak lagi dicemooh dengan pandangan mata kebencian dari pelayan maupun konsumen lainnya. Sekarang kita bisa dengan leluasa dan tanpa banyak pikir untuk makan sendirian di restoran apa saja.
Khusus untuk tema ini saya bertanya kepada beberapa teman dekat, misalnya seorang gadis kawula muda yang bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan logistik mengatakan : Dulu saya punya persepsi kalau mau makan-makan di luar di restoran misalnya, harus ramai-ramai dengan banyak teman atau kerabat, dan ini baru namanya makan di restoran dan baru menyenangkan. Maka saya selalu mengajak 3-5 orang teman untuk mabar yaitu makan bareng, kalau mau bersenang-senang maka harus dinikmati bersama oleh banyak orang daripada dinikmati sendirian dan dengan banyak orang makan bersama, saya baru tidak merasa kesepian dan tidak takut. Tetapi, saya juga ingin menikmati waktu kesendirian Me Time kalau saya ingin menenangkan batin dan pikiran, tetapi ini hanya terjadi di rumah. Karena saya memang hidup sendirian, jadi selalu merasa kalau makan sendirian di luar kayaknya akan dipandang aneh oleh orang lain, sehingga saya tidak pernah makan sendirian di restoran.
Hingga beberapa waktu belakangan ini, saya mulai menyadari kenikmati dari bepergian seorang diri, makan sendirian di luar, karena ternyata setelah saya memberanikan diri melakukannya, saya menemukan kenikmatannya, ternyata tidak ada sorotan mata aneh dari orang lain, ternyata kekhawatiran saya dulu tidak ada sama sekali, dan mulailah saya menyukai pengalaman melakukan kegiatan sendirian. Dan bahkan penuh nikmat.
Malah dengan berwisata sendirian, saya malah bisa berkenalan dengan banyak orang. Mendapatkan kenalan baru aneka ragam.
Lalu bagaimana dengan teman saya dari Macao ini yang sekarang sudah hidup mejanda dengan 2 orang putera yang sudah dewasa dan berdikari. Ia mengatakan ia sangat menikmati waktu Me Time, hatinya malah menjadi tenang dan santai kalau melakukan kegiatan sendirian, tidak ada kekangan, bisa melakukan apa saja mengikuti kata hati, tidak ada ganjalan atau mempertimbangkan perasaan orang lain, suka apa langsung dilakoni, tidak pernah menyesuaikan diri dengan keinginan orang lain. Pokoknya asyik sekali. Memang, teman saya ini hampir setiap hari berwisata di luar, ia bisa naik sepeda dari tempat tinggalnya di daerah Wenshan, hingga ke daerah Tamshui, menikmati suasana matahari terbenam, dan ia kalau capai, sepeda sewaan itu dikembalikan di sana, tidak perlu ditunggangi pulang ke tempat asal. Maka ia bisa pulang dengan naik MRT. Jadi kalau saya ingin mencari dia di Taipei, sering tidak bisa bertemu, karena ia pasti ada di sebuah tempat di Taiwan. Jadi kalau mau ngobrol harus janjian dulu. Begitu pula, kalau ia sedang rindu, ia akan datang ke kota saya. Kita makan dan ngopi bersama, bercerita sana sini. Dan barusan, ia menyelesaikan wisata jalan suci di Spanyol. Ia bilang, mahal sekali biaya tur ini mencapai US$9500,- tetapi itu adalah impiannya, jadi ia sekarang melakukan realisasi impian masa mudanya. Dan saat saya bercerita kepada teman-teman, ia sedang berada di Shanghai, menikmati hidangan vegan karena ia sedang menginap di airBnB dekat sebuah kuil.
Berbeda dengan Lydia, teman satu ini, ia yang mengesankan sangat ramah dan baik hati, suka membantu orang, ternyata tidak menyukai makan sendirian atau sendirian saja. Ia merasa kalau ada makanan enak, maka harus berbagi dengan teman, karena berbagi barulah membahagiakan hatinya. Bagaikan hubungan suami istri, katanya karena sudah lama hidup bersama, maka gerak gerik kecil dari pasangan hidup kita sudah langsung memberikan isyarat kepada kita, dan kita sudah langsung tahu apa yang dipikirkannya, dan sudah menjadi sebuah ikatan batin yang tidak perlu kata-kata. Wow, tampaknya isu makan sendirian, bisa membuat perespon pertanyaan saya ini menjadi berpikir luas ke hubungan suami istri, memang Lydia sangat harmonis sekali dengan suaminya, mereka jarang melakukan kegiatan secara terpisah. Selalu berdua, kalau malam tidak bisa tidur, suaminya akan mengajaknya ke pantai, menantikan matahari terbit. Bahkan ada suatu kali, mereka yang tinggal di Taipei, sampai mencapai Alishan dan naik kereta ke puncak gunung, menyaksikan matahari terbit. Bayangkan berapa jam mereka harus mengendarai mobil di tengah malam. Katanya, ia sampai ketiduran sepanjang jalan. Padahal tadinya sudah janjian untuk nyetir gantian. Begitu pula, suaminya yang juga supir bis umum, sering berwisata bersama keluarganya ke LN, misalnya ke AS, karena suaminya bisa menyetir bus, maka mereka menyewa mobil camping besar. Dan adalah suatu kenikmatan bepergian dengan mobil camping di Amerika yang luas dan berpemandangan indah.
Bagaimana dengan wanita lajang Frances yang menjawab pertanyaan saya dengan langung mengatakan Saya sebagian besar selalu sendirian karena saya single tidak berpasangan, jadi saya merasa sangat nyaman kalau berwisata sendirian, karena tidak perlu menyesuaikan diri dengan orang lain, demikian pula kalau kita ingin makan makanan tertentu, langsung saja saya memastikan dan segera berangkat, tidak perlu mendapatkan persetujuan dari orang lain. Kalau kita punya pasangan, mungkin harus meminta persetujuannya, atau setidaknya berunding dulu dengannya apakah ia juga mau makan ke sana, mungkin ia sedang malas keluar, jadi menyebabkan kita tidak bisa keluar juga karena mempertimbangkan keadaan orang lain. Tapi kalau kita lajang, kita bisa berbuat apa dan kapan saja. Saya sangat menikmati kehidupan lajang ini. Memang Frances sangat menikmati hidup senggangnya, ia pandai mengatur waktunya. Ia mendaki gunung dengan teman yang berhobi sama. Ia bepergian ke LN dengan ayahnya dan ia bisa ke mana saja, sejauh itu kesukaannya. Ada suatu kali, ia berwisata ke LN dengan teman kantornya. Sepulang dari perjalanan panjang itu, ia bercerita kepada saya. Bahwa ia tidak pernah berpengalaman seperti itu, rasanya ia ingin pulang segera mengakhiri perjalanan itu. Dan ia merasa sangat tertekan karena harus mempertimbangkan pendapat teman yang berwisata bareng itu. Meskipun mereka tidak berselisih pendapat, tetapi baginya sangat tertekan kerena tidak bisa leluasa, karena mungkin teman itu punya pendapat lain jadi bisa batal keinginannya itu. Ia mengatakan, sangat berbeda sekali, pengalaman berwisata dengan anggota keluarga daripada dengan teman. Kalau dengan anggota keluarga, semua OK saja dengan rencananya. Tetapi kalau dengan teman, ia harus meminta pendapat dan persetujuan bersama baru bisa merealisasikan rencana tsb.
Teman-teman mungkin bisa mengatakan, ini adalah dampak dari terlalu sering melakukan hal sendirian. Tetapi mengapa tidak?
Lalu bagaimana dengan ibu satu ini, yang memberikan kesan kepada saya, ia adalah orang yang suka rame-rame. Ternyata ia suka sendirian, sekarang ia menikmati kesendiriannya karena anak anaknya sudah berdikari maka ia suka berdiam di rumah. Kalau sudah ia suka keluar karena untuk refreshing, tetapi skr sudah tidak perlu lagi.
Apa saja yang bisa dilakukan sendirian saja? Makan di restoran, nonton sendirian, bahkan menurut statistik ada pula yang operasi sendirian di RS tanpa ditemani keluarga, ada yang merahasiakannya karena takut merepotkan. Ia tinggal menyewa pendamping dan suster saja untuk merawatnya di RS.