close
RTISISegera unduh Aplikasi ini
Mulai
:::

Perpecahan AS-Eropa Terlihat di Konferensi Keamanan Munich, Persatuan NATO Tidak Lagi Sama

  • 07 March, 2025
Perspektif
圖:Rti

(Taiwan, ROC) --- Konferensi Keamanan Munich (Munich Security Conference, MSC) ke-61 diselenggarakan pada pertengahan Februari kemarin. Dalam konferensi tahun ini, AS dan sekutu Eropa menunjukkan perbedaan serius dalam nilai-nilai dan penyelesaian masalah Ukraina.

Ditambah dengan pemerintah AS baru yang mengalihkan fokus strategisnya ke wilayah Indo-Pasifik untuk menghadapi Tiongkok, tampaknya menandakan bahwa kejayaan persatuan NATO di bawah kepemimpinan AS mungkin tidak lagi sama seperti dulu.


Vance Mengkritik Negara Sekutu Eropa, Muncul Perpecahan dalam Nilai Bersama AS-Eropa

Setelah digelar selama tiga hari, Konferensi Keamanan Munich tahun ini berakhir pada 16 Februari 2025. Forum keamanan yang mengkaji situasi global dari perspektif Eropa ini didirikan pada 1963, dan selama beberapa dekade telah menjadi forum penting bagi diskusi isu keamanan global antara kedua sisi Atlantik.

Mike Pence, wakil presiden di masa jabatan pertama Donald Trump, pernah berusaha meyakinkan Eropa tentang dukungan AS. Namun JD Vance, wakil presiden masa jabatan kedua Donald Trump, dalam penampilan perdananya di Munich tahun ini justru menyampaikan kritik terhadap Eropa yang mengejutkan sekutu Washington.

JD Vance menyatakan dalam konferensi bahwa ancaman terbesar yang dihadapi Eropa bukan dari Rusia atau Tiongkok, melainkan dari dalam. Dia mengkritik UE yang menyimpang dari nilai-nilai dasar yang dulu dimiliki bersama AS, mulai membatasi kebebasan berbicara, menyensor media sosial, bahkan membatalkan hasil pemilu, yang disebutnya sebagai cara-cara otoriter ala Soviet.

Selain itu, menjelang pemilu Jerman pada 23 Februari 2025 kemarin, dia secara terbuka mendukung partai sayap kanan ekstrem Alternative für Deutschland (AfD), yang dianggap sebagai intervensi dalam pemilu. Hal ini sontak saja mengundang ketidakpuasan dari pejabat UE, Kanselir Jerman Olaf Scholz, ketua CDU Friedrich Merz, dan lainnya, menunjukkan pertentangan AS-Eropa.

Tang Shao-cheng (湯紹成), peneliti dari Pusat Hubungan Internasional Universitas Nasional Chengchi (NCCU) menunjukkan, "Sekarang AS dan Jerman, karena Jerman adalah negara terbesar dan terkuat di Eropa, ideologi mereka mengalami pengaruh besar. Dengan kata lain, mulai terbentuk konfrontasi, dan dalam jangka pendek, saya pikir hubungan AS-Eropa akan mengalami kemunduran besar."
 

Perbedaan Serius Posisi AS-Eropa dalam Penyelesaian Masalah Ukraina

AS dan Eropa selalu bekerja sama erat dalam masalah keamanan internasional. Sejak invasi penuh Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, mantan Presiden AS Joe Biden dan sekutu Eropa memberikan dukungan penuh kepada Kyiv, menyediakan senjata dan bantuan keuangan untuk melawan agresi Rusia, serta menegaskan bahwa proses bergabungnya Ukraina ke NATO tidak dapat dibalikkan.

Namun, setelah pemerintahan Trump berkuasa pada Januari tahun ini, hampir 180 derajat mengubah dukungan pemerintah Biden terhadap Ukraina. Ia secara terang-terangan menyatakan bahwa bergabungnya Ukraina ke NATO atau merebut kembali seluruh wilayahnya adalah ide yang tidak realistis.

Setelah pembicaraan telepon antara Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, pejabat tinggi AS dan Rusia telah mengadakan pembicaraan damai di Arab Saudi pada 18 Februari 2025 silam, tanpa melibatkan perwakilan dari Ukraina dan Uni Eropa.

Donald Trump berpendapat bahwa negara-negara Eropa seharusnya lebih proaktif membantu Ukraina, dan tidak sebagian besar bergantung pada bantuan AS.  

Zhang Fu-chang (張福昌), Profesor Associate di Institut Studi Eropa Universitas Tamkang menunjukkan, "Jadi dia menganggap fenomena ketidakadilan ini, negara-negara Eropa dan Ukraina harus bertanggung jawab sendiri. Jadi dia merasa sekarang saatnya melepaskan dan mengakhiri perang Rusia-Ukraina."

Bagaimana menyelesaikan masalah Ukraina telah menjadi perbedaan besar antara AS dan Eropa, bahkan lebih jauh berdampak pada persatuan internal organisasi NATO.


Zelensky Mendesak Pembentukan Pasukan Militer Eropa, Namun Kemauan Politik yang Lemah Mungkin Mempersulit

Selain itu, media The Guardian melaporkan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan jelas menggambarkan runtuhnya aliansi trans-Atlantik, dengan mengatakan, "Wakil Presiden AS telah menyatakan dengan jelas bahwa hubungan lama puluhan tahun antara AS dengan Eropa akan berakhir. Mulai sekarang, situasi akan berbeda, dan Eropa perlu beradaptasi dengan hal ini."

Saat membahas percakapan terbarunya dengan Trump, Zelensky mengungkapkan, "Trump tidak pernah sekalipun menyebutkan bahwa AS membutuhkan keterlibatan Eropa dalam negosiasi. Ini menunjukkan banyak hal. Era lama telah berakhir."

Dia juga menyerukan dalam Konferensi Keamanan Munich, "Kita harus membangun kekuatan bersenjata Eropa, sehingga masa depan Eropa hanya bergantung pada orang Eropa, dan keputusan tentang Eropa juga dibuat oleh Eropa."

Namun, analisis menunjukkan bahwa membentuk pasukan militer Eropa bukanlah hal yang mudah. Diperlukan kerja sama antar negara Eropa, investasi dana, pertimbangan sistem komando militer, pembangunan doktrin pertempuran, dan yang terpenting adalah adanya negara Eropa yang kuat untuk memimpin.

Zhang Fu-chang berpendapat bahwa negara yang bisa memimpin pasukan Eropa adalah Jerman dan Prancis, tetapi Jerman tidak memiliki kemauan, sementara Prancis mengalami kelesuan ekonomi berkepanjangan.

Zhang Fu-chang mengatakan, "Jadi melihat kondisi Eropa saat ini, kemauan politik untuk membangun pasukan militer Eropa sangat lemah, dan dalam situasi kemauan politik yang sangat lemah, pembentukan pasukan militer Eropa tidak akan tercapai."


Donald Trump Beralih ke Strategi Indo-Pasifik dan Aliansi dengan Rusia untuk Menghadapi Tiongkok, Membayangi Masa Depan NATO

Sejak akhir Perang Dunia II, NATO yang dibentuk untuk menghadapi Uni Soviet terdiri dari negara-negara AS dan Eropa, dengan AS secara efektif memimpin aliansi trans-Atlantik ini.

Negara-negara Eropa sangat bergantung pada payung keamanan AS, dan NATO selalu menargetkan Rusia sebagai ancaman. Namun, setelah Trump berkuasa, serangkaian pernyataan dari Trump dan pejabat pentingnya membuat negara-negara Eropa menyadari bahwa hubungan AS-Eropa semakin menjauh.

Pemerintahan baru Donald Trump memberi tahu negara-negara Eropa bahwa fokus keamanan internasional AS di masa depan akan beralih ke kawasan Asia-Pasifik, terutama konfrontasi dengan Tiongkok.

Negara-negara Eropa anggota NATO harus fokus meningkatkan kemampuan pertahanan mereka sendiri, menaikkan anggaran pertahanan hingga 5% dari PDB, dan Eropa juga harus mengambil peran kepemimpinan dalam membela Ukraina.

Mengenai pergeseran strategis Donald Trump, Zhang Fu-chang menunjukkan, "Tujuan utamanya adalah memberi kejelasan kepada negara-negara Eropa bahwa musuh utama AS sekarang adalah Tiongkok. Untuk menghadapi Tiongkok, AS harus mengurangi investasi di Eropa dan mengalihkan sumber daya militer dari Eropa ke Asia untuk menghadapi Tiongkok. Ini adalah logika pemikiran strategis keamanan Donald Trump."

Selain itu, para akademisi menganalisis bahwa Donald Trump sedang mencoba mendekati Rusia melalui pembicaraan perdamaian Ukraina untuk "beraliansi dengan Rusia melawan Tiongkok".

Tang Shao-cheng mengatakan, "Sekarang dia tentu saja melihat Tiongkok sebagai pesaing terbesarnya, jadi dia ingin menjalin aliansi dengan Rusia untuk bersama-sama menghadapi Tiongkok, ini adalah panduan strategis tertingginya."

Dengan strategi baru pemerintahan Trump yang beralih ke Indo-Pasifik untuk menghadapi Tiongkok, ditambah upaya beraliansi dengan Rusia melawan Tiongkok, membuat hubungan AS-Eropa mulai menunjukkan keretakan, yang mungkin akan lebih jauh berdampak pada solidaritas dan kerja sama internal NATO.

Penyiar

Komentar