close
RTISISegera unduh Aplikasi ini
Mulai
:::

Pemakzulan Beruntun di Korea Selatan Memicu Krisis Politik, Mempengaruhi Masa Depan Demokrasi dan Pembangunan Ekonomi

  • 24 January, 2025
Perspektif
Pemakzulan Beruntun di Korea Selatan Memicu Krisis Politik, Mempengaruhi Masa Depan Demokrasi dan Pembangunan Ekonomi 圖/Rti

(Taiwan, ROC) --- Pada 3 Desember 2024, Korea Selatan mengalami gejolak politik setelah Presiden Yoon Suk-yeol mengumumkan dekrit darurat militer. Parlemen Korea Selatan kemudian mengesahkan pemakzulan terhadap Yoon Suk-yeol pada 14 Desember 2024, dan sekitar 2 minggu kemudian juga mengesahkan pemakzulan terhadap Perdana Menteri Han Duck-soo yang bertindak sebagai Presiden sementara. Krisis politik yang dipicu oleh rangkaian pemakzulan ini telah mengguncang demokrasi dan pembangunan ekonomi Korea Selatan.

 

Rangkaian Pemakzulan: Senjata Pamungkas Oposisi Melawan Pemerintah

Sejak Presiden Yoon Suk-yeol mengumumkan dekrit darurat selama 6 jam pada 3 Desember 2024, Korea Selatan mengalami gejolak politik terburuk dalam beberapa dekade. Tidak hanya dirinya yang dimakzulkan oleh parlemen, tetapi penggantinya sebagai Presiden sementara, Han Duck-soo, juga dimakzulkan. Sebelum ini, partai oposisi telah mengajukan lebih dari 20 mosi pemakzulan terhadap pejabat pemerintah dan hakim agung.

Parlemen yang dipimpin oleh partai oposisi utama, Partai Demokrat Korea, mengesahkan pemakzulan Presiden dan Presiden sementara dengan alasan untuk melindungi masa depan konstitusi negara. Namun, pertarungan sengit antara oposisi dengan pemerintah telah menyebabkan polarisasi politik yang ekstrem di Korea Selatan.

Profesor Sun Kuo-hsiang (孫國祥) dari Institut Studi Asia Pasifik Universitas Nanhua menjelaskan, "Pertentangan politik di Korea Selatan saat ini sangat serius! Namun, kita bisa melihat bahwa dalam politik modern Korea, pertentangan yang keras ini berakar pada proses demokratisasi setelah jatuhnya pemerintahan militer, di mana demokratisasi memberikan kekuatan lebih besar kepada oposisi dan menjadikan pemakzulan sebagai alat checks and balances yang legal dan umum. Dengan kata lain, dalam konteks ini, pemakzulan telah menjadi senjata pamungkas dalam pertarungan politik."

 

Yoon Suk-yeol Menolak Investigasi dan Penangkapan Terkait Persidangan Pengadilan

Korea Selatan saat ini menghadapi pertarungan berkepanjangan terkait ketidakpastian politik dan kekacauan konstitusional. Setelah parlemen mengesahkan pemakzulan terhadap Presiden dan Presiden sementara, fokus pertarungan politik tidak hanya pada pengujian kasus pemakzulan Yoon Suk-yeol di Mahkamah Konstitusi, tetapi juga pada investigasi kriminal terhadap Yoon Suk-yeol atas tuduhan pemberontakan.

Setelah Yoon Suk-yeol mengabaikan tiga panggilan dari Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) untuk dimintai keterangan terkait pemberlakuan darurat militer, CIO mengajukan surat perintah penangkapan. Pengadilan Distrik Seoul Barat menyetujui surat perintah tersebut pada 31 Desember 2024, memberikan CIO wewenang untuk menahan dan menginterogasi Yoon Suk-yeol sebelum batas waktu 6 Januari 2024. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Korea Selatan surat perintah penangkapan dikeluarkan untuk presiden yang sedang menjabat.

Yoon Suk-yeol dengan tegas menyatakan tidak mengakui surat perintah penangkapan pengadilan, bersumpah akan "berjuang sampai akhir" dan meminta dukungan dari para pendukungnya.

Ketika CIO mencoba melaksanakan perintah penangkapan Yoon Suk-yeol pada tanggal 3 Januari 2025, mereka dihadang oleh Dinas Keamanan Kepresidenan di kediaman presiden. Setelah ketegangan singkat antara kedua belah pihak, CIO menghentikan sementara upaya penangkapan dengan alasan keamanan.

Mengapa Yoon Suk-yeol memilih untuk mengabaikan bahkan menolak investigasi dari lembaga hukum? Analisis menunjukkan bahwa hal ini terkait dengan persidangan pengadilan dan tuduhan terkait darurat militer, serta pengujian kasus pemakzulan di Mahkamah Konstitusi. Dengan cara ini, dia dapat mencegah lembaga hukum mendapatkan bukti yang mungkin terkait dengan tuduhan pemberontakan dan mendapatkan keunggulan dalam persidangan.

Liu De-hai (劉德海), Direktur Institute of International Relations, National Chengchi University, menganalisis, "Mereka sekarang bermain dengan dua tangan, terus tarik-menarik, dan tujuan Yoon Suk-yeol adalah karena tidak ada bukti, jika dia pergi ke pengadilan untuk berdebat, dia mungkin bisa mengubah opini publik, atau pemungutan suara di Mahkamah Konstitusi mungkin akan menguntungkannya. Karena tidak ada bukti yang konkret! Itulah alasan mengapa dia terus menolak untuk digeledah."

 

Dampak Darurat Militer terhadap Konglomerat

Korea Selatan saat ini menghadapi gejolak politik yang berdampak serius terhadap konglomerat (chaebol) seperti Samsung, Hyundai Motor, SK, LG, dan Lotte. Keputusan gegabah Yoon Suk-yeol mengenai darurat militer telah memicu krisis politik yang menakuti investor dan menyebabkan WON Korea anjlok ke level terendah dalam 15 tahun.

Sejak era kepemimpinan diktator Park Chung-hee, perlindungan dari pemimpin politik sangat penting bagi pertumbuhan chaebol. Hubungan khusus antara pemerintah dengan chaebol ini telah menyebabkan beberapa presiden, termasuk Roh Moo-hyun, Lee Myung-bak, dan Park Geun-hye, dituduh berkolusi dengan konglomerat dan dituntut.

Konglomerat besar ini, yang dikendalikan oleh keluarga dengan kepemilikan saham silang antar perusahaan dalam grup, telah tumbuh begitu besar hingga muncul fenomena "too big to fail". Sementara itu, usaha kecil dan menengah dianggap kurang mendapat dukungan pemerintah.

Kinerja ekonomi Korea Selatan tahun lalu tidak menggembirakan, dengan tekanan inflasi, kenaikan harga, dan penurunan daya saing perusahaan yang memperlambat pertumbuhan ekonomi. Harga saham konglomerat seperti Grup Samsung, Lotte, dan SK mengalami penurunan signifikan. Gejolak politik akibat pengumuman darurat militer Yoon Suk-yeol memberikan dampak lebih lanjut terhadap konglomerat dan ekonomi Korea Selatan secara keseluruhan.

Profesor Sun Kuo-hsiang berpendapat bahwa meskipun chaebol terkena dampak gejolak politik saat ini, tetapi mereka akan kembali berpengaruh setelah situasi politik stabil kembali.

 

Ketidakadilan Sosial dan Perpecahan yang Serius: Kesenjangan Ekonomi Memperburuk Ketidakstabilan Politik

Sebenarnya, gejolak politik akibat darurat militer hanya gejala luar dari masalah yang lebih dalam, yaitu perpecahan serius dalam masyarakat Korea, ketidaksetaraan kelas, kesenjangan ekonomi, ketidakpuasan kaum muda terhadap harga properti tinggi dan kesulitan mencari pekerjaan, serta kesenjangan nilai dengan generasi yang lebih tua, yang semuanya memperburuk ketidakstabilan politik dan sosial.

Profesor Liu De-hai menekankan, "Masalah terbesar Korea saat ini adalah inflasi, hilangnya kelas menengah, dan kehidupan kelas menengah ke bawah yang sangat sulit! Sementara orang kaya tetap kaya. Kesenjangan ekonomi mungkin yang terparah di Asia Timur Laut. Karena itu rakyat berharap ada perubahan."

Ke depan, cara pemerintah dan oposisi menyelesaikan krisis politik akibat dekrit darurat militer Yoon Suk-yeol akan menentukan masa depan demokrasi dan pembangunan ekonomi Korea Selatan.

Penyiar

Komentar