close
RTISISegera unduh Aplikasi ini
Mulai
:::

Tiongkok Khawatir Trump 2.0, 'America First' Mungkin Memberi Beijing Kesempatan

  • 03 May, 2024
Perspektif
Tiongkok Khawatir Trump 2.0, 'America First' Mungkin Memberi Beijing Kesempatan

(Taiwan, ROC) --- Pemilihan presiden AS November tahun ini akan menampilkan duel kembali antara Presiden Joe Biden dengan mantan Presiden Donald Trump. Analis berpendapat, tidak peduli siapa yang memenangkan kursi kepresidenan, kebijakan AS dalam menantang, bersaing, dan menekan Tiongkok tidak akan berubah. Namun, kembalinya Trump mungkin memberi Beijing kesempatan.

 

Merusak Keseimbangan Geopolitik, Trump “America First” Beri Peluang ke Beijing

Trump dapat mengubah keseimbangan geopolitik, memberi kesempatan kepada Beijing. Biden dan Trump telah mendapatkan jumlah suara delegasi yang cukup pada 12 Maret 2024, hampir dipastikan mendapatkan nominasi dari Partai Demokrat dan Republik untuk pemilihan presiden AS 2024.

Diperkirakan keduanya akan bertarung kembali setelah pemilihan sebelumnya di tahun 2020, memulai salah satu kampanye pemilihan terpanjang dalam sejarah AS.

Pengamat mengatakan, diperkirakan Tiongkok tidak akan membuat pernyataan publik atau mengindikasikan dukungan kepada salah satu kandidat untuk menjadi pemimpin AS selanjutnya, karena tidak ingin dituduh mengganggu pemilihan AS.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wen-bin (汪文斌), menyatakan pemilihan presiden AS murni merupakan urusan dalam negeri AS.

Namun, analis berpendapat, meskipun Tiongkok sepenuhnya menyadari bahwa upaya AS untuk mengekang Tiongkok akan terus berlanjut, tidak peduli siapa yang menang dalam pemilihan presiden AS, kembalinya Trump berpotensi mengubah keseimbangan geopolitik saat ini, memberikan kesempatan bagi Beijing untuk memperluas pengaruhnya secara global.

Di bawah kepemimpinan Biden, AS dan sekutunya semakin bersatu melawan ancaman dari Rusia dan Tiongkok. Namun, dengan Trump yang berulang kali mengumandangkan posisi "America First", jika dia kembali ke Gedung Putih, maka AS mungkin meninggalkan kerja sama erat dengan mitra Eropa dan Asia, yang dapat mengurangi tekanan terhadap Tiongkok dan memberikan kesempatan penting bagi ambisi global Beijing.

Profesor dari Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong (HKUST), Donald Low, mengatakan kepada Channel News Asia (CNA), "Saya pikir pemimpin Tiongkok lebih menyukai Trump sebagai presiden, mungkin hanya karena mereka berpikir Trump akan menjauhkan negara lain, termasuk sekutu dan mitra kerja AS."

 

Trump Kembali, Mungkin akan Memperluas Perang Dagang terhadap Tiongkok

Meskipun Trump dikenal karena kecenderungannya yang mendukung para pemimpin otoriter, sering memuji Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban, dan selama kampanye terus memuji Presiden Tiongkok Xi Jin-ping (習近平), kali ini jika Trump kembali ke Gedung Putih, para ahli memperkirakan ia mungkin akan mengenakan tarif hingga 60% pada produk impor Tiongkok dan mencabut status "Hubungan Dagang Normal Permanen".

Jika ini benar terjadi, maka akan menyebabkan perubahan besar dalam hubungan dagang antara kedua negara. Menurut analisis dari Oxford Economics, saat itu, bagian dari impor Tiongkok ke AS, yang hampir seperlima, mungkin akan turun menjadi sekitar 3%.

Profesor ekonomi di Sekolah Bisnis Internasional Tiongkok-Eropa, Bala Ramasamy, mengatakan, "Jika Trump 2.0 melanjutkan pemisahan ini dengan cara yang sangat agresif, dampaknya terhadap Tiongkok akan sangat serius. Namun, apakah ini akan terjadi masih belum jelas, karena tidak ada yang bisa tahu apa yang akan dilakukan Trump, dan itulah masalahnya."

Jika Trump meningkatkan perang dagang terhadap Tiongkok, itu akan menjadi situasi yang sangat buruk bagi ekonomi Tiongkok yang sudah mengalami kesulitan. Ekonomi Tiongkok saat ini sudah menghadapi masalah seperti permintaan konsumen yang lemah, penurunan harga barang, peningkatan tingkat pengangguran di kalangan pemuda, dan masalah besar di sektor real estat.

Wakil direktur Institut Studi Internasional Fudan University di Shanghai, Shen Ding-li (沈丁立) mengatakan, "Jika Trump kembali, Tiongkok pasti akan ketakutan." Dia menunjukkan bahwa Tiongkok kekurangan permintaan domestik untuk mengkompensasi kemungkinan penurunan besar dalam ekspor ke AS.

Shen Ding-li mengatakan, "Jika tidak ada cukup ekspor, cukup pekerjaan, cukup pendapatan untuk konsumsi domestik, Tiongkok akan menghadapi lebih banyak tantangan sosial."

 

Sama-sama Tidak Bersahabat, Beijing Memilih "2 Racun" yang Lebih Ringan

Meskipun demikian, ini tidak berarti para pemimpin Tiongkok akan menyambut kemenangan Biden.

Meskipun secara umum di Tiongkok dipercaya bahwa, dibandingkan dengan Trump, Biden adalah pemimpin Amerika yang lebih tenang dan memiliki kepentingan pada stabilitas global, yang membuatnya bersedia bekerja sama dengan Beijing di beberapa bidang.

Namun, para pengamat menunjukkan bahwa sejak Biden menjabat pada tahun 2021, ia telah sangat mengecewakan lingkaran kebijakan luar negeri Tiongkok karena tidak hanya secara dasar mempertahankan tarif era Trump, tetapi juga secara bertahap mengimplementasikan beberapa kebijakan yang mencegah teknologi tinggi dan dana AS digunakan untuk meningkatkan kemampuan militer dan teknologi Tiongkok.

Selain itu, Biden meningkatkan upaya untuk mengekang Tiongkok, meningkatkan kerjasama keamanan dengan Jepang dan Korea Selatan, serta mendukung kuat "Kemitraan Keamanan Tiga Pihak Australia-Inggris-AS" (AUKUS) dan Dialog Keamanan Empat Negara (Quad), yang dianggap sebagai organisasi keamanan yang menantang Tiongkok. Langkah-langkah ini semakin meningkatkan kewaspadaan Beijing.

Wakil Dekan Institut Studi Internasional Universitas Fudan, Shen Ding-li, mengatakan, "Biden menggunakan strategi aliansi untuk mengisolasi Tiongkok lebih efektif. Meskipun Biden mungkin tidak akan meningkatkan tarif terhadap Tiongkok, dia mungkin akan secara signifikan mengurangi kemampuan Tiongkok untuk memproduksi produk teknologi tinggi."

 Oleh karena itu, ia berpendapat, "Biden mungkin bukan taruhan bagi Tiongkok."

Menurut pemberitaan Associated Press, Profesor Zhao Ming-hao (趙明昊) dari Institut Studi Internasional Universitas Fudan menyampaikan, "Bagi Tiongkok, siapapun yang memenangkan pemilihan presiden AS, akan seperti memilih di antara dua racun."

Artikel kolom di surat kabar pemerintah Tiongkok, Global Times, menyebutkan hal ini, dengan mengatakan "Kritik terhadap analogi ini adalah bahwa kebijakan terhadap Tiongkok dari baik Biden maupun Trump tidak hanya dianggap merugikan, tapi pada dasarnya berbahaya. Satu-satunya perbedaan adalah tingkat toksisitasnya."

Hoo Tiang Boon, seorang sarjana urusan Tiongkok di Universitas Teknologi Nanyang (NTU) Singapura, mengatakan kepada Channel News Asia, "Dari sudut pandang Tiongkok, ini pada dasarnya seperti meminta mereka untuk memilih di antara dua situasi sulit."

Penyiar

Komentar