(Taiwan, ROC) —- Pada tanggal 15 Maret 2024, Rusia menggelar pemilihan umum, di mana Presiden saat ini, Vladimir Putin, sesuai harapan, sekali lagi memenangkan jabatan presiden, memungkinkannya untuk terus berkuasa hingga tahun 2030.
Namun, kemenangan Putin juga kembali menyoroti masalah pengganti kepemimpinannya.
Pemilu Rusia yang berlangsung selama tiga hari, dimulai tanggal 15 hingga 17 Maret, berhasil memberikan Putin periode enam tahun lainnya. Yang mana ini semakin mengokohkan kekuasaan otoriternya yang telah berlangsung lebih dari dua dekade.
Hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa Putin dengan mudah memenangkan pemilu dengan hampir 90% suara. Tidak hanya memastikan periode kelima jabatannya, tetapi juga memungkinkannya menjadi pemimpin Rusia terlama dalam lebih dari 200 tahun. Meskipun pemilu ini dikritik oleh Ukraina dan negara-negara Barat sebagai pemalsuan.
Masalah Pengganti Putin
Dengan kematian mendadak Alexei Navalny, penentang nomor satu Putin yang paling terkenal, di penjara di Lingkaran Arktik pada Februari tahun ini, Putin semakin melangkah mantap menuju jalan menjadi presiden seumur hidup.
Namun, masa jabatannya juga mengungkapkan sebuah kenyataan potensial tentang ketidakstabilan politik di masa depan Rusia, yakni Putin beserta lingkarannya tidak membuat persiapan yang jelas untuk era pasca-Putin.
Bagi Putin, masalah pengganti mungkin bukan sebuah masalah mendesak. Rusia mengubah konstitusinya pada tahun 2020, memungkinkan Putin untuk tetap berkuasa hingga tahun 2036. Dibandingkan dengan Presiden AS Joe Biden yang berusia 81 tahun, Putin, yang berusia 71 tahun, lebih muda 10 tahun dan akan berusia 83 tahun pada tahun 2036.
Beberapa pengamat Rusia berpendapat bahwa meskipun Putin tidak terburu-buru untuk melatih penerusnya, tetapi masa jabatannya menyoroti suatu masalah, yakni sistem yang dibangun di bawah kekuasaannya selama 20 tahun terakhir terancam rapuh, menua, dan rentan terhadap guncangan besar, seperti sakit atau meninggalnya pejabat tinggi. Selain itu, masalah kesehatan Putin juga sering menjadi spekulasi di banyak media internasional.
Konflik Ukraina dan Tantangan Kesehatan Menimbulkan Keraguan Atas Pemerintahan Jangka Panjang Putin
Analis Andreas Umland dari Pusat Studi Eropa Timur di Stockholm mengatakan, "Berbagai tantangan... mungkin lebih dekat dari yang kita bayangkan. Secara teoritis, Putin bisa berkuasa selama 12 tahun lagi. Saya rasa hal itu tidak akan terjadi, terutama jika tantangan baru yang dihadapi Ukraina berdampak pada Moskow."
Umland menunjukkan bahwa pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh kepala kelompok tentara bayaran Wagner, Yevgeny Prigozhin, tahun lalu berhasil diredam, tetapi itu merupakan tantangan terbesar bagi rezim Putin hingga saat ini.
Sementara itu, berbagai rumor tentang kesehatan Putin muncul di saluran Telegram anonim dan media sosial. Hal ini menunjukkan kekhawatiran tersembunyi di balik Kremlin tentang siapa penerus Putin.
"Yang penting bukanlah isi dari rumor tersebut, melainkan fakta bahwa rumor dapat menyebar cepat," kata Umland.
Kontrol Ketat Terhadap Aparatur Negara Membuat Putin Sulit Digulingkan
Analis menunjukkan bahwa Putin tidak mungkin digulingkan melalui kudeta. Robert Person, Profesor Asosiasi Hubungan Internasional di Akademi Militer Amerika Serikat West Point, menunjukkan bahwa kontrol Putin terhadap sektor keamanan Rusia memungkinkannya untuk menangkal pesaing serta mengendalikan media, lembaga peradilan, pemimpin regional, parlemen, dan kelompok masyarakat.
Selain itu, nasionalisme Rusia anti-Barat yang dibangun oleh Putin juga memenangkan kesetiaan militer dan rakyat. Sementara kontrolnya terhadap kekayaan sumber daya alam Rusia memastikan dukungan dari kaum oligarki.
Namun, jika Putin meninggal dunia atau kehilangan kemampuannya untuk memerintah selama ia berkuasa, apa yang akan terjadi? Analisis CNN menunjukkan bahwa secara teoritis, Rusia adalah negara hukum, dan sistem konstitusional Rusia menetapkan bahwa jika Putin meninggal atau kehilangan kemampuannya, maka kekuasaannya akan sementara waktu dipegang oleh Perdana Menteri Mikhail Mishustin.
Putin sendiri menjadi pelaksana tugas presiden setelah Presiden Rusia pada saat itu, Boris Yeltsin, mengumumkan pengunduran dirinya pada tahun 2000. Namun, karena Mishustin dianggap sebagai mantan pegawai pajak yang kurang karismatik dan tidak memiliki basis kekuatan yang kuat, maka jelas tidak mungkin menjadi penerus jangka panjang Putin.
Tanpa Putin, Pertarungan Kekuasaan Muncul
Para analis menunjukkan bahwa, pada kenyataannya, Putin mengontrol sistem yang serupa dengan sistem pengadilan, di mana presiden adalah arbiter akhir di antara faksi elit yang bersaing.
Sistem Soviet memiliki politbiro yang berorientasi konsensus, yang membentuk mekanisme transfer kekuasaan yang relatif stabil dan tidak transparan.
Beberapa pengamat membandingkan lingkaran inti Putin dengan semacam politbiro 2.0 yang potensial, yang mencakup teman-teman kaya, serta perwakilan agensi keamanan negara, dan teknokrat setia.
Menurut profesor asosiasi hubungan internasional di West Point, Robert Person, berdasarkan konstitusi Rusia, maka pemilihan presiden baru harus diadakan dalam tiga bulan setelah kematian atau ketidakmampuan presiden. Namun, dalam skenario ini, pertarungan kekuasaan yang keras bisa terjadi sebelum pemilu. Atau, Rusia mungkin dimenangkan oleh kandidat yang mencapai konsensus dan diikuti dengan pertarungan faksi selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah pemilu.
Di sisi lain, Person menunjukkan bahwa Rusia juga mungkin mengadopsi model berbagi kekuasaan yang pernah terjadi di masa lalu. Setelah kematian para pemimpin Soviet seperti Vladimir Lenin dan Josef Stalin, terjadi pemerintahan kolektif singkat oleh aliansi tidak resmi.
Namun, termasuk Stalin dan Nikita Khrushchev di antara pemimpin Soviet sebelumnya, model ini akhirnya berakhir dengan salah satu anggota kelompok mengeliminasi rekan-rekannya dan menguasai seluruh kekuasaan.
Putin baru saja memulai masa jabatan baru, dan pertanyaan tentang penerusnya mungkin belum akan muncul dalam waktu dekat.
Namun, para ahli memperkirakan bahwa, karena belum pernah ada sebelumnya kekuasaan besar terkonsentrasi pada satu pemimpin Rusia, dan adanya sedikit lembaga pendukung untuk memfasilitasi transisi kepemimpinan yang stabil, maka Rusia tanpa Putin mungkin akan lebih tidak stabil dari yang diperkirakan.