(Taiwan, ROC) --- Perang antara Rusia dan Ukraina telah memasuki tahun ketiga, dengan tanda-tanda bahwa ekonomi global sedang terpecah menjadi dua kelompok independen. Hal ini membuat aturan perdagangan multilateral yang telah mendukung bisnis global selama hampir 30 tahun berada dalam ancaman.
Dunia Terpecah Menjadi Dua: Konflik Antara Kelompok AS dan China
Rusia menyerang Ukraina pada tanggal 24 Februari 2022 silam. Peristiwa tersebut kini telah genap dua tahun. Ini adalah konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua, dan saat ini tidak ada tanda-tanda akan berakhir.
Ketegangan geopolitik yang meningkat, termasuk di Timur Tengah, serta kekhawatiran terhadap keamanan ekonomi, menyebabkan sanksi serta pembatasan perdagangan, dan perpecahan yang semakin melebar antara negara-negara pendukung Rusia dan pendukung Ukraina.
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan bahwa perpecahan yang ada saat ini terbagi menjadi dua kelompok yang saling berlawanan, yang membuat ekonomi global menyusut sebesar 5%, dengan negara-negara berkembang yang akan mengalami kerugian terbesar.
Dalam situasi ekstrem, Amerika Serikat dan Tiongkok akan terjebak dalam perang dagang polarisasi, bersama dengan sekutu masing-masing. Setiap kelompok akan menetapkan aturan sendiri, dengan mengabaikan perjanjian multilateral.
Fragmentasi Perdagangan Global
Meskipun belum sampai pada titik tersebut, ekonom dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menunjukkan dalam sebuah laporan penelitian bahwa sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, dua kelompok ini sedang terpecah.
Laporan tersebut mewartakan, "Kami menemukan bukti awal yang menunjukkan sejak konflik Ukraina meletus, ada tren kesesuaian yang lebih erat antara arus perdagangan dan posisi geopolitik... Studi ini menunjukkan tanda-tanda awal dari fragmentasi perdagangan global."
Temuan penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan perdagangan antar kelompok (eksternal) berkurang 4% dibandingkan dengan pertumbuhan di dalam kelompok (internal).
Namun, meskipun ekonom menunjukkan adanya tanda-tanda 'friend-shoring', tetapi belum ditemukan bukti luas dari near-shoring, dan perdagangan regional juga tidak meningkat.
Studi tersebut juga tidak menilai apakah negara-negara sedang memindahkan bagian dari rantai nilai mereka untuk kembali ke wilayah mereka sendiri.
Friend-shoring adalah kebijakan diplomatik dan perdagangan yang diterapkan oleh AS baru-baru ini, bertujuan untuk meminta perusahaan meninggalkan negara-negara dengan konflik geopolitik dengan AS, dan beralih ke negara-negara sekutu atau negara-negara demokrasi yang berorientasi pasar dengan nilai-nilai yang serupa.
Ketegangan Perdagangan AS-Tiongkok Tidak Mereda
Ekonom WTO menemukan bahwa ketegangan perdagangan yang meningkat setelah Presiden AS sebelumnya, Donald Trump, mengenakan tarif pada sekitar dua pertiga impor dari Tiongkok, kondisi ini kian diperburuk oleh situasi peperangan di Ukraina.
Ketegangan geopolitik yang memanas menjadi salah satu faktor utama pesimisme dalam perkiraan pertumbuhan perdagangan barang global. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan akan menurunkan perkiraan pertumbuhannya sebesar 0,8%, sedangkan Bank Dunia memperkirakan hanya 0,2%. Angka ini merupakan tingkat pertumbuhan terendah dalam 50 tahun terakhir, di luar periode resesi global.
Wakil Kepala Ekonom Bank Dunia, Ayhan Kose, menunjukkan bahwa ada pergeseran besar dalam kebijakan perdagangan dari integrasi perdagangan global.
"Era tersebut pada dasarnya sudah berakhir. Sekarang, kita memasuki era baru yang ditandai dengan negara-negara tidak menandatangani perjanjian... Kemudian, pembatasan perdagangan yang diterapkan secara global telah melonjak," terang Ayhan Kose
Kebijakan Perdagangan Terdistorsi, Proteksionisme Meningkat
Lembaga pemantauan yang berbasis di Swiss, "Global Trade Alert", menyoroti bahwa sejak awal tahun 2020, terdapat gelombang besar tindakan yang mendistorsi perdagangan.
Hal ini mulai dari Argentina yang meningkatkan pajak ekspor untuk kedelai, India yang menaikkan tarif impor minyak kelapa sawit, hingga bantuan Amerika Serikat terhadap rantai pasok semikonduktor secara domestik.
Selain tindakan yang membatasi, berbagai negara juga menerapkan kebijakan subsidi. Sebagai contoh, dalam usaha mereka untuk mencapai transisi hijau, kebijakan subsidi semakin banyak diberlakukan untuk bahan baku kritis seperti lithium dan kobalt, dengan tujuan untuk mengolahnya secara lokal.
Industri lain, termasuk makanan, farmasi, dan rantai nilai global, juga mengalami peningkatan subsidi serupa.
Data menunjukkan, bukan hanya jumlah kebijakan subsidi yang bertambah, tetapi juga jumlah negara yang mengadopsi pendekatan ini semakin banyak.
Para ahli menegaskan bahwa pembatasan dan distorsi perdagangan mencerminkan tren proteksionisme yang merusak aturan global yang dirancang untuk mendorong perdagangan terbuka.
Ini juga menunjukkan bahwa tidak ada batasan terhadap seberapa jauh negara-negara dapat pergi dalam mendukung industri domestik mereka melalui subsidi dan langkah lainnya.
Re-globalisasi, Merevitalisasi Multilateralisme
Institut Keuangan Internasional (Institute of International Finance) menunjukkan bahwa utang global semakin menghadapi risiko. Untuk mengurangi dampak negatif dari peningkatan proteksionisme perdagangan dan konflik geopolitik terhadap rantai pasokan, pemerintah negara-negara sedang meningkatkan pengeluarannya.
Sekretaris Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Ngozi Okonjo-Iweala, memperingatkan tentang biaya dari fragmentasi, dan mengadvokasi "re-globalisasi" untuk merevitalisasi multilateralisme, yang bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dunia sekitar 3%.
Georg Riekeles, Wakil Direktur Pusat Kebijakan Eropa (European Policy Centre), menyatakan bahwa untuk Eropa yang bergantung pada perdagangan, maka harapan terbaik adalah bergerak menuju keseimbangan baru, setidaknya mempertahankan perdagangan yang terbuka dengan mitra yang bersahabat.
Georg Riekeles mengatakan, "Kemunduran globalisasi yang disebabkan oleh kekhawatiran terhadap kerusakan rantai nilai di Tiongkok dan Laut Merah dapat diatasi dengan diversifikasi dan perdagangan yang lebih terbuka di tempat lain."