(Taiwan, ROC) --- Pemimpin Gereja Katolik, Paus Fransiskus, baru-baru ini melakukan kunjungan bersejarah ke Mongolia, yakni sebuah negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama Buddha.
Banyak umat Katolik dari Tiongkok yang sengaja datang ke Mongolia untuk bertemu dengan Paus, yang mana hal ini tentu menarik perhatian banyak pakar menganalisis hubungan antara Vatikan dan Tiongkok.
Pada tanggal 4 September 2023, Paus Fransiskus menyelesaikan kunjungan lima hari ke Mongolia, menjadikannya sebagai Paus pertama yang mengunjungi negara yang terletak di pedalaman Benua Asia ini.
Kunjungan Bersejarah ke Mongolia, Negara Hanya Dengan Seribu Umat Katolik
Dengan populasi sekitar 3,3 juta orang, mayoritas warga Mongolia memeluk agama Buddha Tibet. Di seluruh negara, hanya ada sekitar 1.400 umat Katolik.
Mongolia adalah salah satu komunitas termuda dalam Gereja Katolik, sebenarnya telah lama menantikan kedatangan Paus. Kunjungan Paus Fransiskus kali ini memiliki arti yang sangat mendalam bagi umat Katolik setempat.
Di Ibu Kota Mongolia, Ulaanbaatar, Paus memuji kebebasan beragama yang telah lama dipegang teguh oleh negara tersebut. Dalam sebuah acara antar agama, ia pun terlihat berinteraksi dengan komunitas Buddha Tibet, menyoroti keberagaman budaya dan kepercayaan di Mongolia.
Hubungan Vatikan-Tiongkok Menjadi Sorotan
Kunjungan Paus kali ini telah menarik banyak umat Katolik dari seluruh Asia untuk berdatangan ke Mongolia. Yang paling mencolok adalah, di mana Paus berdiri, di situ terlihat banyak umat Katolik yang datang dari Tiongkok.
Bendera nasional Tiongkok di tengah-tengah kerumunan juga menjadi fokus perhatian media internasional.
Beberapa media melaporkan, sebelum Paus berkunjung ke Mongolia, Departemen Pekerjaan Persatuan Komunis Tiongkok telah mengeluarkan perintah yang melarang uskup dan umat Katolik Tiongkok untuk pergi ke Mongolia dan mengikuti kegiatan terkait.
Hasrat Kuat Umat Katolik Tiongkok, Berbondong-bondong ke Mongolia
Namun, demi bertemu dengan Paus, banyak umat Katolik Tiongkok tetap datang ke Mongolia.
Di antara kerumunan, beberapa dari mereka berusaha untuk tetap hadir dengan tidak terlalu mencolok, misal menggunakan kacamata hitam, masker, atau bahkan menutupi wajah mereka dengan kain berbendera nasional Tiongkok, agar tidak dikenali.
Pada hari terakhir kunjungan Paus, banyak umat Katolik Tiongkok yang tidak bisa menahan air mata mereka dan menyanyikan lagu rohani di tepi jalan untuk mengantar Paus kembali ke Vatikan.
Seorang umat Katolik Tiongkok yang bekerja di Ulaanbaatar mengungkapkan harapannya bahwa suatu hari nanti Paus dapat berkunjung ke Tiongkok.
Umat Katolik Tiongkok bernama Lu Lei (盧樂) mengatakan, “Saya juga berharap Paus bisa datang ke negara kami, Tiongkok, untuk melakukan lebih banyak kunjungan. Dengan demikian akan ada lebih banyak orang mengenal budaya Kristen, meningkatkan interaksi antara kedua negara. Ini akan mempererat hubungan antara Tiongkok dan Vatikan, serta dengan semua negara Gereja Katolik.”
Paus Menekankan Gereja Tanpa Tujuan Politik dan Mengirim Pesan ke Tiongkok
Sebenarnya, kunjungan Paus ke Mongolia ini juga dianggap sebagai “Jembatan Pertukaran” antara Vatikan dan Tiongkok.
Dalam salah satu pidatonya, Paus secara khusus menekankan bahwa Gereja Katolik "tidak memiliki tujuan politik", sehingga pemerintah dari berbagai negara tidak perlu khawatir. Hal ini dianggap sebagai pesan yang dikirimkan kepada negara tetangga Mongolia, yakni Tiongkok.
Paus Fransiskus mengatakan, “Pemerintah dan institusi sekuler tidak perlu khawatir tentang misi gereja, karena gereja tidak memiliki agenda politik untuk diterapkan. Sebaliknya, gereja bergantung pada kekuatan damai anugerah Tuhan, serta pesan kasih dan kebenaran untuk terus dapat bertahan, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan seluruh umat manusia."
Pesan Paus ke Tiongkok, Hubungan Vatikan-Tiongkok Menunggu untuk Diamati
Di Tiongkok, otoritas Beijing telah menerapkan kebijakan "Sinisasi Agama", mencoba untuk menghapus pengaruh asing dan memaksa orang untuk taat pada Partai Komunis.
Ini menyebabkan umat Katolik di Tiongkok selama bertahun-tahun terlibat dalam gereja yang beroperasi secara diam-diam.
Hubungan antara Vatikan dengan Tiongkok telah menunjukkan ketegangan dalam beberapa tahun terakhir.
Meskipun Vatikan dan Beijing mencapai kesepakatan pada tahun 2018, setuju bahwa kedua pihak harus berkonsultasi terlebih dahulu dalam hal pengangkatan uskup di Tiongkok.
Namun, Vatikan mengatakan bahwa Tiongkok telah melanggar kesepakatan tersebut beberapa kali.
Misalnya, pada April tahun ini, otoritas Beijing dengan sendirinya mengangkat Joseph Shen Bin (沈斌), anggota Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok, sebagai uskup Shanghai tanpa berkonsultasi dengan Vatikan terlebih dahulu. Meski pada akhirnya, Paus menyetujui pengangkatan tersebut.
Setelah "Jembatan Pertukaran" ini selesai berlangsung, maka berbagai isu seperti penindasan kebebasan beragama di Tiongkok dan kesepakatan pengangkatan uskup Katolik akan terus menjadi fokus dalam hubungan antara Vatikan dengan Tiongkok.