(Taiwan, ROC) --- Sebuah sumber yang berasal dari internal pemerintahan Yoon Suk-yeol menyampaikan bahwa Korea Selatan ingin agar Jepang bisa berbagi informasi, serta memberikan akses untuk segera menangani emisi berbahaya. Langkah-langkah ini dianggap akan membantu meningkatkan kerja sama pertahanan keamanan.
Di lain pihak, Kementerian Luar Negeri Jepang menyampaikan bahwa mereka akan terus bekerja sama dengan Korea Selatan.
Di samping itu, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken menyatakan kepuasannya terhadap rencana Jepang dengan menyampaikan, “Jepang dan IAEA telah berkoordinasi erat dan proaktif mengenai rencana mereka, yang tentunya akan diproses dengan berbasis pada ilmu pengetahuan dan transparan.”
Pengaruh Tiongkok
Sejauh ini, protes terhadap pelepasan nuklir Fukushima masih sangat lemah menurut standar Korea Selatan, mengingat dampaknya terhadap pengaruh politik Presiden Yoon Suk-yeol juga sangat terbatas.
Tingkat dukungan terhadap Presiden Yoon Suk-yeol sempat menurun setelah Seoul mengumumkan akan mendukung IAEA, namun tidak lama, tingkat dukungan Yoon Suk-yeol kembali naik.
Di lain pihak, jajak pendapat Gallup pada akhir Juni menemukan bahwa 78% warga Korsel cemas terhadap kemungkinan limbah nuklir mengontaminasi ekosistem dan makanan laut. Beberapa pakar menyampaikan, otoritas Tiongkok mungkin akan menjadikan ini sebagai peluang untuk memberikan pengaruh mereka.
Direktur Eurasia Group, David Boling mengatakan, “Tiongkok pasti akan mencoba berbagai cara untuk menggunakan isu pembuangan limbah nuklir untuk menebar perselisihan antara Jepang dengan Korea Selatan. Partai oposisi Korsel selalu mengkritik langkah Presiden Yoon Suk-yeol, yang dinilai plin plan terhadap isu limbah nuklir Fukushima.”
Pihak berwenang di Beijing telah memberlakukan larangan impor makanan laut dari 10 kawasan Prefektur di Jepang, termasuk Fukushima. Selain itu, mereka juga sedang menguji produk pertanian dari wilayah lain di Jepang.
Peneliti senior di CFR (Council on Foreign Relations), Joshua Kurlantzick menyampaikan, Tiongkok akan mencoba mempengaruhi opini masyarakat Korsel melalui penyebaran informasi palsu maupun melalui media resmi setempat.
Negeri Tirai Bambu juga dinilai akan menggunakan berbagai langkah untuk mempengaruhi para politisi dan pemimpin opini publik.
Ujian Sensitif Terhadap Hubungan Jepang – Korea Selatan
Pada bulan Juli kemarin, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, 汪文斌 menyampaikan, Jepang telah memperlihatkan keegoisan dan kesombongan mereka, dengan gagal mengonsultasikan perihal pembuangan limbah nuklir mereka dengan komunitas internasional.
Situs Korea Selatan mengutip sebuah dokumen yang dirilis pada bulan Juni dan menuduh bahwa Jepang telah memberikan pengaruh yang tidak pantas kepada IAEA.
Menjawab hal di atas, IAEA menyampaikan bahwa itu semata-mata hanyalah sebuah rekayasa.
Media “Global Times” yang dikelola oleh pemerintah Tiongkok menerbitkan laporan yang mempertanyakan keamanan produk pertanian Jepang, serta meragukan temuan IAEA.
Hingga berita ini diterbitkan, asal usul dokumen tersebut belum dapat dikonfirmasi, dan pemerintah Tiongkok juga menolak untuk memberikan komentar.
Pemberitaan tidak jelas yang mengklaim bahwa radioaktiv dari limbah nuklir Fukushima telah melampaui standar keselamatan, muncul di beberapa situs Korea Selatan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Sekretaris Kabinet Jepang, Hirokazu Matsuno menyatakan penyesalannya dengan mengatakan, “Ini akan merugikan proyek rekonstruksi di Fukushima, dan melemahkan perasaan mereka yang selama ini sudah bekerja keras.”
Pada tanggal 22 Agustus 2023, Korea Selatan menyampaikan, tidak ada masalah ilmiah atau teknis perihal pembuangan limbah nuklir Fukushima ke perairan lepas. Namun di lain pihak, Korsel tetap tidak mendukung perencanaan tersebut.
Pemerintahan Yoon Suk-yeol akan menghadapi isu ini dengan tegas, dengan berbagai risiko yang akan muncul, salah satunya adalah reaksi dari konsumen dalam negeri, yang mana dalam jangka panjang ini akan kembali menguji hubungan antara Korea Selatan dengan Jepang.