(Taiwan, ROC) --- 2022 merupakan tahun yang penuh dengan gejolak. Pakar ekonomi dari wadah pemikir Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Washington DC merilis 5 isu utama yang masih membutuhkan perhatian dunia pada tahun 2023.
Kelima isu tersebut masing-masing adalah ekonomi global, strategi ekonomi Amerika Serikat untuk kawasan Asia, penguatan teknologi, pengendalian ekspor, kebijakan fiskal untuk pembangunan infrastruktur dan dukungan finansial untuk isu perubahan iklim.
Ekonomi Dunia
Pakar CSIS pada umumnya percaya bahwa pertumbuhan ekonomi dunia pada sepanjang tahun 2023 akan melambat, dikarenakan kenaikan inflasi yang belum menemukan titik terang. Dorongan ekonomi dari pelonggaran kebijakan COVID-19 berkemungkinan akan memudar secara perlahan.
Di samping itu, bank-bank dunia belum meluncurkan program stimulus dalam skala yang besar. Di lain pihak, otoritas bank-bank sentral utama dunia masih akan terus memberlakukan kebijakan ketat guna menekan angka inflasi.
Pada bulan Oktober 2022, lembaga International Monetary Fund (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2023 akan menurun menjadi 2,7%. Angka tersebut akan menurun dari periode tahun 2022, yang berada di kisaran 3,2%. Dengan kata lain, ini menjadi tingkat pertumbuhan terlambat dalam kurun 20 tahun belakangan.
Khusus untuk ranah Amerika Serikat, mayoritas pakar ekonomi mempertanyakan efektivitas peran Federal Reserve AS dalam menerapkan “Soft Landing”? Dan apakah resesi akan menjadi jalan terakhir yang harus dihadapi oleh Negeri Paman Sam?
Apakah FED mampu memenuhi target awal mereka untuk menurunkan inflasi sebanyak 2% juga menjadi perhatian banyak warga, mengingat tingkat inflasi di AS saat ini adalah yang tertinggi dalam 40 tahun belakangan. Ironisnya, banyak investor telah meramalkan bahwa resesi akan tetap menghampiri warga dunia pada tahun 2023.
Untuk kawasan Tiongkok, otoritas Beijing telah perlahan-lahan beralih untuk memprioritaskan stabilitas ekonomi dengan mengakhiri kebijakan “zero pandemic”. Ekonomi yang dibuka kembali berkemungkinan dapat memacu daya konsumsi masyarakat, mengingat stagnannya kemauan warga setempat untuk berbelanja di tengah penularan COVID-19.
Sektor real-estate Tiongkok juga diprediksi akan kembali stabil karena adanya dukungan-dukungan ekonomi serupa. Namun demikian, ekspor Tiongkok tidak akan mampu memberikan dukungan maksimal, mengingat lemahnya permintaan di banyak tempat.
Untuk kawasan Eropa, krisis energi dan inflasi harga barang dapat memantik timbulnya resesi regional. CSIS memprediksi, Bank Sentral Eropa berkemungkinan akan menaikkan suku bunga mereka, meski tidak sedrastis FED AS. Pemerintah Eropa perlu menemukan titik keseimbangan antara restrukturisasi fiskal dan membantu daya konsumsi masyarakat dengan memanajemen biaya sektor energi yang tinggi.
Strategi Ekonomi AS di Benua Asia
Kebijakan Indo-Pacific Economic Framework yang dipromosikan di era pemerintahan Joe Biden akan menjadi ujian bagi otoritas Gedung Putih pada tahun 2023 teruntuk kawasan Asia.
Wacana negosiasi antar negara harus segera dilaksanakan, mengingat pemerintahan Joe Biden berharap dapat memperoleh beberapa pencapaian nyata menjelang perhelatan KTT Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang akan berlangsung di San Fransisco pada pertengahan bulan November 2023 mendatang.