(Taiwan, ROC) --- Media Korea Times menganalisis, militer Korea Selatan dan Amerika Serikat telah mampu mendeteksi lebih awal peluncuran peluru ICBM milik Korea Utara. Kedua negara tersebut memiliki kemampuan untuk mengetahui lebih cepat, dengan mengamati pergerakan kendaraan militer dan staf setempat yang tengah menangani bahan bakar cair.
Namun, bahan bakar padat dapat disimpan untuk jangka waktu yang lebih lama, jika terisi penuh. Mereka juga tidak perlu mencemaskan perihal korosi yang diakibatkan oleh sifat kimia propelan, sehingga dapat diluncurkan dengan lebih andal saat dibutuhkan.
Yang Uk, seorang peneliti di wadah pemikir Korea Selatan, Asan Institute for Policy Studies menyampaikan, bahan bakar padat memberikan kemampuan manuver yang lebih besar untuk peluncuran rudal, serta memperpendek waktu persiapan, dengan harga produksi yang lebih terjangkau.
Diversifikasi Senjata Korut, Strategi Pyongyang
Selain itu, jika menilik upaya Pyongyang yang gencar mengembangkan senjata baru mereka, maka dapat dilihat jika militer Korea Utara tengah menyempurnakan strategi militernya. Salah satu yang tidak dapat diremehkan adalah upaya Korea Utara untuk meluncurkan senjata nuklir yang lebih agresif dan mengintimidasi.
Pakar wadah pemikir Korea Selatan, Korea Institute for National Unification, Hong Min menyampaikan, saat Korea Utara berusaha untuk memajukan strategi nuklirnya, maka Pyongyang diperkirakan akan terus mendiversifikasi metode pengiriman senjata nuklir mereka.
Hong Min berpendapat, uji coba ICBM Korea Utara adalah bagian dari seluruh proses penyempurnaan senjata militer setempat.
“Setelah berhasil dikembangkan, maka teknologi ini dapat membuat senjata nuklir Korea Utara menjadi lebih fleksibel, serta tahan terhadap upaya sabotase dan tentunya lebih berbahaya,” ujar Profesor di Universitas Ewha Seoul, Leif-Eric Easley.
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh The Diplomat menguak, senjata ICBM yang dikembangkan oleh Korea Utara kali ini memiliki tujuan diplomatik, dengan kata lain Korea Utara akan menggunakan penelitian dan pengembangan teknologi senjata mutakhir sebagai alat negosiasi pada masa mendatang. Tentunya, hal tersebut akan membuat Amerika Serikat dan Korea Selatan harus membayar dengan harga yang lebih mahal.
Mantan profesor Universitas Pertahanan Nasional Korea di Seoul, Kwon Yong Soo percaya bahwa Korea Utara bukan tidak mungkin akan melakukan uji coba peluncuran ICBM dengan menjangkau area yang lebih jauh pada semester pertama tahun mendatang, bahkan uji coba tersebut mampu mencapai Pantai Barat Amerika Serikat.
Kecil Kemungkinan Korut Melakukan Uji Coba Nuklir
Korea Utara telah melakukan lebih dari 30 kali uji coba peluncuran rudal semenjak Januari 2022. Yang mana jumlah tersebut telah mencetak rekor terbanyak dari sebelum-sebelumnya. Rudal yang diluncurkan terdiri dari berbagai tipe, meliputi rudal jarak pendek, menengah, dan bahkan lintas benua.
Otoritas Jepang menyampaikan, jangkauan yang mampu dicapai oleh rudal Korea Utara disinyalir bisa berjarak 200 kilometer jauhnya dari daratan pulau Jepang.
Pada tanggal 18 Desember 2022, Korea Utara kembali menembakkan dua rudal balistik jarak menengah ke perairan timur Semenanjung Korea. Ini juga adalah uji coba rudal balistik pertama, semenjak Pyongyang meluncurkan rudal balistik antar benua pada bulan November 2022.
Korea Utara telah melakukan rentetan peluncuran uji coba rudal mereka, yang mana hal tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini tentu saja meningkatkan kecemasan warga dunia akan kemungkinan Pyongyang meluncurkan uji coba nuklir ketujuh mereka.
Namun, Hong Min percaya jika uji coba nuklir Korea Utara tidak akan terjadi dalam waktu dekat, mengingat rapuhnya jalinan diplomasi, serta politik dan teknologi yang dimiliki Korea Utara. Jika Korea Utara tetap bersikeras melakukan uji coba nuklir mereka, maka hal itu akan merusak hubungan baik mereka dengan Tiongkok dan Rusia.
Hong Min menuturkan, Korea Utara akan terlebih dahulu meletakkan fokus mereka pada pengembangan kendaraan untuk memindahkan senjata nuklir mereka. Pada saat yang sama, mereka tetap mengagendakan uji coba nuklir, guna memberikan tekanan kepada pihak lawan, yakni Amerika Serikat dan Korea Selatan