close
RTISISegera unduh Aplikasi ini
Mulai
:::

(Bag. 1) Twitter Goyah Setelah Elon Musk Mengakuisisi

  • 09 December, 2022
Perspektif
(Bag. 1) Twitter Goyah Setelah Elon Musk Mengakuisisi

(Taiwan, ROC) --- Setelah orang terkaya di dunia, Elon Musk mengambil alih kepemilikan Twitter, rangkaian kekacauan menimpa platform media sosial tersebut, meliputi pemecatan karyawan secara massal, pembalikan kebijakan dan hilangnya pengguna dalam jumlah besar.

Menghadapi masa depan yang kian tidak pasti, semakin banyak pengguna kini mulai mengajukan pertanyaan, “Seperti apa dunia ini tanpa adanya Twitter?”

 

Para Pengguna Beramai-Ramai Cabut dari Twitter

Elon Musk yang juga disebut sebagai orang terkaya nomor satu di dunia tersebut, resmi mengakuisisi Twitter pada akhir Oktober kemarin. Tidak sedikit jumlah karyawan yang dipecat, bahkan sebagian dari mereka memutuskan untuk hengkang dari Twitter. Selain itu, banyak selebritas dunia akhirnya memutuskan menutup akun Twitter mereka, dan memilih pindah ke platform lain.

Tidak sampai di situ, banyak iklan dari merek terkenal dunia menarik proyek kerja sama mereka dari Twitter. Mereka cemas kalau informasi palsu, ujaran kebencian dan konten yang tidak menyenangkan di Twitter akan meningkat di bawah pengawasan Elon Musk.

Menurut data statistik yang dihimpun pada bulan Juni, basis pengguna Twitter berada di kisaran 237 juta akun selama 1 hari. Angka ini masih lebih kecil dibandingkan dengan beberapa pesaingnya, misal Facebook yang hampir mencapai 2 miliar, TikTok 1 miliar, dan bahkan Snapchat 363 juta.

Namun demikian, selama 15 tahun belakangan, platform Twitter sudah menjadi platform komunikasi utama bagi para pemimpin elite politik pemerintahan, serta perusahaan, selebritas dan media konvensional dunia.

Beberapa pihak, salah satunya adalah pengusaha New York, Steve Cohn bersikeras bahwa Twitterverse adalah mikrokosmos buatan dari dunia nyata dengan kepentingan praktis yang serba terbatas.

Steve Cohn menyampaikan, Twitter sama sekali tidak diperlukan, dunia akan sama baiknya tanpa kehadiran Twitter.

Steve Cohn menambahkan, sangat sedikit orang yang benar-benar menyukai Twitter, “Hampir semua cuitan berasal dari 1% pengguna. Sebagian besar dari mereka adalah akun yang tidak terdaftarkan.”

 

Fakta dan Hoax, Twitter Memiliki Peran Krusial

Namun bagi orang lain, Karen North misalnya. Ia melihat peran Twitter dalam mengungkapkan suara dari para akun anonim sangatlah diperlukan.

Karen North yang juga adalah seorang profesor di Annenberg School for Communication and Journalism, University of Southern California, mengatakan, “Di banyak waktu, mereka yang kurang menonjol, biasanya tidak akan terlalu didengar. Tetapi di Twitter, orang-orang ini memiliki kesempatan yang sama untuk mengutarakan pendapat, dan kebanyakan akan didengar.”

Menurut rekan senior di Middle East Institute, Charles Lister menyampaikan, “Dalam kondisi konflik, gerakan sosial atau represi, Twitter sebenarnya telah menjadi platform sentral yang mampu menyebarkan kebenaran dan fakta.”

Seperti kebanyakan jejaring media sosial lainnya, Twitter juga tidak luput dari pihak-pihak yang sengaja menyebarkan atau bahkan mempromosikan informasi palsu. Twitter di lain pihak juga sudah mengembangkan alat moderasi, untuk mencoba membatasi hal terburuk terjadi.

Namun, lebih dari dua pertiga tim inti dari Twitter memutuskan untuk hengkang dari Twitter, semenjak Elon Musk menuntaskan proses akuisisi. Peristiwa yang cukup kontroversial tersebut akhirnya menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan Twitter untuk memenuhi fungsi moderasi di atas.

Penyiar

Komentar