(Taiwan, ROC) --- Ketegangan antara Arab Saudi dengan Amerika Serikat baru-baru ini meningkat, setelah Arab Saudi sepakat untuk memangkas produksi minyak mereka.
Namun demikian, beberapa ahli berpendapat, bahwa Arab Saudi memanfaatkan posisi kunci mereka sebagai pemasok energi di kawasan Timur Tengah. Di samping itu, Arab Saudi juga mempertaruhkan agar Amerika Serikat tidak langsung memutuskan hubungan mereka dengan Arab Saudi, setelah beberapa keputusan diambil.
Organisasi Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC+) yang dipimpin oleh Arab Saudi mengumumkan akan memangkas produksi minyak mereka sebanyak 2 juta barel per hari mulai bulan November 2022.
Hal tersebut tentu bertentangan dengan seruan pemerintahan Joe Biden, yang mana berharap agar Arab Saudi dapat membantu menjaga agar harga minyak dunia turun.
Keputusan yang diambil oleh OPEC+ tidak hanya akan membuat harga minyak dunia meroket, tetapi juga bisa meningkatkan ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dengan Arab Saudi.
Setelah OPEC+ mengumumkan untuk mengurangi kapasitas produksi, otoritas Arab Saudi langsung merilis pernyataan yang menyatakan bahwa keputusan tersebut tidak ada hubungannya dengan muatan politik, melainkan untuk menjaga stabilitas pemasaran minyak dunia, dalam konteks fiskal dan moneter dunia yang kian ketat.
Arab Saudi juga membantah kalau keputusan tersebut didasarkan atas dukungan mereka kepada pihak Rusia, yang mana juga adalah salah satu anggota OPEC+.
Namun Gedung Putih percaya bahwa keputusan untuk memangkas produksi minyak adalah semata-mata untuk meningkatkan pemasukan Rusia dan melemahkan efektivitas pemberian sanksi kepada Rusia.
AS di lain pihak menyampaikan akan mengevaluasi kembali jalinan hubungan bilateral mereka dengan Arab Saudi. Beberapa anggota Kongres AS juga menyerukan untuk membekukan semua kerja sama dengan pihak kerajaan Arab Saudi, termasuk menghentikan seluruh proyek penjualan senjata kepada mereka.
Juru Bicara Gedung Putih, John Kirby dalam suatu kesempatan melontarkan pernyataan yang sangat jarang dilakukan sebelumnya, “Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mencoba memberikan alasan mereka dan mengalihkan fokus yang ada. Namun fakta yang ada tidak serumit dengan hal yang mereka lontarkan.”
John Kirby menambahkan, ada negara-negara aliansi penghasil minyak lainnya memberitahukan AS, bahwa mereka “merasa terdorong” untuk mendukung ajakan Arab Saudi.
Namun, para pakar urusan Teluk Persia berpendapat bahwa terlepas dari retorika yang ada, kedua belah pihak seharusnya melakukan pertimbangan pragmatis ketimbang melontarkan hal-hal yang menentang.
Washington tidak ingin melakukan hal apa pun yang membahayakan keamanan minyak Arab Saudi, karena segala kerusakan atau hambatan pada pemroduksian minyak mereka akan meningkatkan harga minyak dunia. Dan hal ini bukan tidak mungkin akan semakin merekatkan hubungan Arab Saudi dengan Tiongkok dan Rusia.
Selain itu, media Reuters mengutip pernyataan dari salah satu sumber yang mengatakan bahwa posisi kunci Arab Saudi di sektor keamanan energi Timur Tengah telah membuat Putra Mahkota Mohammed bin Salman percaya bahwa AS tidak akan benar-benar memberikan ganjaran keras kepada Arab Saudi.