Negara-Negara UE Bersikap Keras dan Tegas
Tiga negara Baltik, seperti Lithuania, Latvia, Estonia dan Polandia, tidak hanya menerapkan pembatasan ketat terhadap masuknya warga Rusia, tetapi juga menganjurkan tindakan keras terhadap orang Rusia yang melarikan diri dari Rusia ke Uni Eropa.
Negara-negara di atas telah menolak masuknya warga Rusia semenjak tanggal 19 September 2022 malam hari. Jika orang-orang tersebut tetap mengajukan suaka politik, maka pemerintah dari negara-negara di atas akan menolak status suaka warga Rusia yang melarikan diri karena alasan menghindari wajib militer.
Alasan mengapa negara-negara ini tidak mendukung masuknya warga Rusia antara lain karena mereka berharap perang segera usai. Dengan tindakan tegas seperti demikian, diharapkan dapat memberikan tekanan tersendiri bagi internal pemerintahan Presiden Vladimir Putin. Bagi warga Rusia yang menolak mengikuti perintah mobilisasi militer, maka akan diganjar hukuman penjara hingga 10 tahun. Bagi warga Rusia yang tetap masuk secara diam-diam ke kawasan terlarang, maka harus berhadapan dengan sanksi wamil dan hukuman kurungan penjara.
Penasihat Menteri Dalam Negeri Estonia, Vootele Päi menuturkan, Kita harus selalu ingat bahwa tujuannya untuk mengakhiri perang. Kecuali opini publik di Rusia berkembang ke arah menentang perang, jika tidak, maka ini tidak akan terjadi.”
“Itu tidak akan terjadi, kecuali perang menyangkut mereka secara langsung,” lanjut Vootele Päi.
Keputusan UE yang Beragam di Tengah Meningkatnya Jumlah Permintaan Suaka
Beberapa warga Rusia mengkritik negara-negara Uni Eropa yang menolak kedatangan mereka, sedangkan sebagian lainnya menyampaikan bahwa keputusan tersebut dapat dimengerti.
Anton, seorang aktivis anti-Putin yang mengantar keluarganya dari St. Petersburg menuju perbatasan Finlandia, percaya bahwa menolak suaka adalah sebuah kesalahan. Ia menyampaikan, “Negara-negara tetangga seharusnya senang, karena warga yang membayar pajak dan memenuhi standar wamil, akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tanah Rusia. Semakin sedikit jumlah pejuang yang berada di sama, maka kerusakan rezim akan semakin parah.”
Anton menuturkan, memutuskan untuk tetap berada di Rusia akan membantu mengacaukan rezim setempat, adalah pemikiran yang salah. Ia mengatakan, “Mereka memerintah sekelompok warga sipil yang tidak memiliki kemampuan perang, tidak tau apa yang harus diperintahkan!”
Sedangkan Kirill Malev yang tiba di Finlandia dari St. Petersburg dan tengah bersiap untuk bekerja di Dubai menyampaikan, “Jika negara-negara ini tidak menerima pemasukan dari sektor pariwisata, dan hanya dijadikan sebagai batu pijakan sementara. Maka saya rasa, mereka juga tidak mau memperoleh perlakuan yang tidak adil ini.”
“Itu keputusan mereka sebagai negara berdaulat dan saya tidak berhak memberikan penilaian apapun,” lanjut Kirill Malev.
Pertimbangan Keamanan, UE Sulit Mencapai Konsensus
Komisi Uni Eropa menyampaikan, mereka akan terus memantau situasi, guna menanggapi adanya seruan agar segera merilis pedoman kebijakan bagi 27 negara anggota.
Namun, ada diplomat Eropa yang merasa sangat sulit untuk bisa menemukan langkah pendekatan bersama. Apalagi Komisi Uni Eropa tampaknya enggan untuk terlibat dengan masalah pelik, kecuali ada gelombang migrasi yang membludak.
Pada bulan Maret, Uni Eropa mencapai kesepakatan besar untuk membuka perbatasannya bagi jutaan warga Ukraina, terutama lansia dan kaum lemah. Namun, kali ini gelombang “migrasi” lebih didominasi oleh warga pria Rusia. Bebepa negara khawatir kalau hal ini akan menimbulkan risiko keamanan.
Juru Bicara Uni Eropa, Anitta Hipper menyampaikan, “Ini adalah situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ketika kita memandangnya dari perspektif keamanan, maka perlu dipertimbangkan dampak geopolitik dan risiko yang harus dihadapi.”
Perintah mobilisasi militer Vladimir Putin juga menyebabkan banyak ibu-ibu Rusia memilih untuk mengungsi keluar negeri. Bagaimana menghadapi gelombang migrasi dadakan dari warga Rusia kali ini, tentu memberikan ujian besar bagi Uni Eropa pada masa mendatang, terutama dalam mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keselamatan.