(Taiwan, ROC) --- Perang Ukraina dengan Rusia telah mendorong harga pangan global ke level tertinggi, sehingga membuat banyak negara di dunia menjadi was-was perihal keamanan pangan masing-masing. Pada saat yang sama, banyak ahli telah memperhatikan gelagat perusahaan Tiongkok yang mulai membangun pengaruh mereka di sektor pasokan bahan makanan di luar negeri.
Aksi tersebut kian gencar dilakukan, terutama dalam beberapa tahun belakangan, salah satunya adalah mengakuisisi perusahaan pertanian di luar negeri, untuk kemudian dikirimkan langsung ke kawasan Tiongkok. Cara-cara seperti demikian disinyalir telah membuat banyak komunitas dunia kian cemas.
Alarm Krisis Pangan Tiongkok Berdering
Krisis yang terjadi antara Ukraina dengan Rusia telah membuat harga pangan dunia membumbung tinggi, serta membunyikan alarm peringatan di banyak negara dunia, terhadap pentingnya menjaga ketahanan pangan.
Sebagai negara dengan penduduk terpadat di dunia, ada hampir seperempat daya konsumsi Tiongkok sangat bergantung kepada impor. Apalagi saat ini wilayah Sungai Yangtze menghadapi peristiwa kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Isu ketahanan pangan global sudah menjadi permasalahan utama Tiongkok sedari dahulu, dan diharapkan dapat disertakan ke dalam salah satu topik penting dalam Kongres Partai Komunis ke - 20 yang akan dihelat pada bulan Oktober mendatang.
Empat departemen Tiongkok, termasuk institusi pertanian dan pemeliharaan sumber daya air telah merilis peringatan, bahwa masa panen musim gugur yang biasanya memasok 75% biji-bijian, akan mengalami kemandekan akibat peristiwa kekeringan.
Media Nikkei Asia mewartakan, perang di Ukraina telah mengakibatkan kekurangan komoditas bahan pangan, mulai dari gandum hingga minyak nabati. Bagi Partai Komunis Tiongkok yang akan mengadakan Kongres Nasional ke-20 pada tanggal 16 Oktober 2022 mendatang, ancaman di atas telah menjadi peringatan bagi otoritas setempat untuk pentingnya mendiversifikasi risiko yang ada.
Kepada media Nikkei Asia, seorang analisis senior sektor pertanian di perusahaan riset, Trivium yang berbasis di Beijing, Even Pay mengatakan bahwa ketahanan pangan selalu menjadi salah satu prioritas Tiongkok.
“Memastikan ketahanan pangan untuk semua orang telah menjadi salah satu prioritas tertinggi dari kepemimpinan Beijing, semenjak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok. Ini juga menjadi penentu bagi legitimasi kekuatan politik Partai Komunis”, pungkasnya
Ia juga tidak memungkiri kalau kekhawatiran Tiongkok kian meningkat, apalagi semenjak perang Ukraina-Rusia pecah.
Dominasi Tiongkok dalam Rantai Pasokan Makanan Dunia
Setelah menginvasi Ukraina, Rusia harus menerima ganjaran sanksi ekonomi besar-besaran dari banyak negara Barat. Tidak lama kemudian, Pemimpin Xi Jin-ping menolak gagasan bahwa Tiongkok dapat mengandalkan pasar dunia untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka yang sangat besar.
Meskipun Partai Komunis Tiongkok telah meningkatkan produksi pertanian dalam negeri, tetapi faktanya lahan pertanian setempat kian berkurang karena percepatan urbanisasi. Faktor tersebut tentu akan mempersulit Tiongkok untuk mencapai tujuan ketahanan pangan yang mandiri.
Media Nikkei Asia juga menuliskan, menguasai rantai pasokan makanan asing menjadi kian diperlukan oleh Beijing, guna meningkatkan ketahanan pangan mereka. Di saat kepemimpinan tertinggi Tiongkok tengah mendorong produksi pertanian domestik, perusahaan milik negara Tiongkok juga aktif mengakuisisi perusahaan pertanian dan makanan dunia.