(Taiwan, ROC) --- Presiden Amerika Serikat, Joe Biden telah menandatangani RUU CHIPS and Science Act,CHIPS Act. RUU yang digadang-gadangkan menjadi agenda utama dalam pemerintahan Joe Biden tersebut diharapkan dapat meningkatkan performa sektor semikonduktor dan teknologi tinggi AS lainnya, serta dapat menjadikan AS lebih kompetitif dan mampu memerangi Tiongkok yang mencoba untuk mendominasi industri chip global.
Apakah kebijakan ini dapat menghidupkan kembali perindustrian semikonduktor AS pada masa mendatang?
Pengesahan UU CHIPS Act, Peningkatan Produksi Chip
Pada awal bulan Agustus kemarin, Presiden Joe Biden menandatangani RUU CHIPS and Science Act, yang mana akan mendorong perusahaan AS untuk memproduksi chip. RUU ini mendapat dukungan dari para politisi lintas partai di AS, yang mana ini adalah hal yang cukup langka.
Para politisi lintas partai AS menganggap penting adanya untuk bisa memenangkan persaingan ekonomi dengan RRT, guna meningkatkan pertahanan nasional.
Pemimpin Mayoritas Senat AS, Chuck Schumer, menyamaratakan wacana pelegalan RUU CHIPS and Science Act dengan gelombang dukungan untuk kemajuan sektor perindustrian dan ilmiah AS. Ini memiliki kemiripan dengan apa yang pernah dicapai AS pada masa Perang Dunia II.
Chuck Schumer mengatakan, “Para pemimpin otoriter tentu berharap agar kita gagal, serta menginginkan kita untuk duduk diam dan tidak mampu beradaptasi dengan era abad 21.”
Media The Nikkei Asian Review mengutip pernyataan Gaurav Gupta, seorang analisis industri semikonduktor di lembaga penelitian internasional Gartner yang berpendapat, meskipun undang-undang tersebut mungkin tidak memiliki dampak dramatis pada awal penerapannya, tetapi ini menjadi sinyal penting bagi AS untuk mulai memprioritaskan produksi chip dalam negeri.
“Masuk akal jika AS sekarang sangat siap untuk mendukung pembuatan chip, apalagi semikonduktor itu sangat penting dan memiliki arti tertentu,”lanjut Gaurav Gupta.
Produksi Chip Mandiri, Jaminan Ekonomi dan Pertahanan Nasional AS
Chip dengan ukuran kecil tetapi berdaya maksimal ini sangat sulit untuk diproduksi. Chip juga telah menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia modern saat ini, mulai dari kehidupan sehari-hari hingga perlengkapan persenjataan canggih.
Sebagian besar chip yang dibutuhkan oleh AS diketahui masih harus bergantung pada luar negeri. Jika tidak memiliki kapasitas produksi chip yang mumpuni, maka AS akan berkemungkinan menghadapi risiko keamanan dan ekonomi nasional.
Meski saat ini tidak ada wacana untuk memberhentikan pasokan chip dari luar negeri, tetapi pembatasan serupa pernah terjadi sebelumnya. Embargo minyak yang pernah diberlakukan oelh OPEC kepada Amerika Serikat dan negara Barat lainnya pada tahun 1970-an, telah membuat AS mengalami resesi.
Belajar dari pengalaman, AS kini telah mampu memproduksi minyak dalam negeri dan bisa memasok kurang lebih 67% untuk kebutuhan local. Hal ini juga menjadi bukti bahwa ketergantungan AS terhadap chip luar negeri lebih tinggi ketimbang produk minyak.
Di AS sendiri ada istilah yang berbunyi “Data is the New Oil”, yang artinya adalah kesejahteraan AS sangat bergantung pada chip atau sumber daya yang kurang diproduksi di AS sendiri.