(Taiwan, ROC) --- Makan tiga kali dalam sehari adalah sebuah kebiasaan yang telah dilakukan selama beberapa dekade oleh umat manusia di dunia. Di samping itu, manusia juga kerap kali diberitahu bahwa sarapan adalah makanan terpenting di hari tersebut, serta rutinitas istirahat makan siang di lingkungan pekerjaan dan tradisi makan malam menjadi ritual penting dalam hubungan privasi atau keluarga dari setiap individu.
Terlepas dari kebiasaan yang dilakukan oleh hampir setiap insan dunia di atas, pernahkah Anda berpikir bahwa, apakah makan 3 kali sehari merupakan cara yang sesuai dengan kinerja tubuh menuju gaya hidup sehat.
Sebelum menghitung seberapa sering harus makan dalam sehari, para ilmuwan meminta kita untuk menganalisis kapan manusia tidak boleh makan.
Ada baiknya, kita mengenak terlebih dahulu apa itu "Puasa Berkala" (Intermittent Fasting), yakni membatasi tubuh untuk boleh mengasup makanan hingga 8 jam saja. Kini, topik "Puasa Berkala" kian menjadi area peneliti untuk menganalisis kebiasaan manusia, terutama di zaman modern.
Emily Manoogian, seorang peneliti klinis di Salk Institute for Biological Studies di California, Amerika Serikat mengatakan, menjaga tubuh untuk tidak makan selama 12 jam dalam 1 hari akan membantu sistem pencernaan manusia istirahat.
Rozalyn Anderson, profesor di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat di Universitas Wisconsin mempelajari manfaat pembatasan jumlah kalori yang ternyata memiliki keterkaitan langsung dengan tingkat peradangan di dalam tubuh yang lebih rendah
Rozalyn Anderson mengatakan, "Ada beberapa manfaat, jika manusia menjalankan puasa setiap harinya. Puasa dapat menempatkan tubuh manusia dalam kondisi berbeda, yang mana hal itu dapat membuatnya lebih mudah untuk memperbaiki atau memantau kerusakan, dan membersihkan dari pelipatan protein".
Pelipatan protein adalah versi yang tidak seharusnya dari protein yang biasa diasup. Protein biasa ini merupakan molekul yang memiliki visi penting dalam tubuh manusia. Pelipatan protein disinyalir dapat menimbulkan banyak penyakit.
Rozalyn Anderson percaya bahwa penerapan Intermittent Fasting sejalan dengan cara tubuh manusia dalam berevolusi. Intermittent Fasting memungkinkan tubuh beristirahat, sehingga dapat menyimpan dan mengirim energi ke tempat yang dibutuhkan, serta memicu pelepasan jumlah tenaga yang semestinya dikeluarkan.
Seorang Profesor Ilmu Olahraga di Universitas Padova Italia, Antonio Paoli menyampaikan, puasa juga dapat memperbaiki lonjakan gula darah, terutama saat kita selesai makan. Lonjakan gula darah yang lebih rendah akan memungkinkan tubuh manusia menyimpan sedikit lemak.
Antonio Paoli mengatakan, “Data kami memperlihatkan, bahwa makan malam lebih awal yang dibarengi dengan kebiasaan berpuasa memiliki efek yang positif bagi tubuh, misal lonjakan gula darah yang lebih terkontrol.”
Antonio Paoli menuturkan, sel tubuh dengan kadar gula yang lebih rendah akan semakin baik. Karena dalam proses “glikasi”, maka kadar glukosa yang terhubung dengan protein akan membentuk suatu senyawa yang dapat menyebabkan peradangan dalam tubuh, serta meningkatkan risiko diabetes dan penyakit jantung.
Jika Intermittent Fasting adalah cara makan yang sehat, pertanyaannya kini adalah berapa banyak makanan yang bisa kita asup selama setelah buka puasa?