(Taiwan, ROC) --- Kejahatan yang termasuk dalam “genosida” adalah membunuh anggota dari golongan atau kelompok tertentu, sehingga menyebabkan penderitaan fisik dan mental yang serius, serta dengan sengaja menciptakan suatu mekanisme atau kondisi yang dapat menghancurkan, mencegah reproduksi atau memindahkan keturunan mereka ke kelompok lain.
Sehingga menilai suatu peristiwa sebagai bagian dari “genosida” adalah hal yang penuh kontroversial, karena dinilai sulit untuk membuktikan adanya “niat” untuk melenyapkan suatu bangsa atau ras.
Seorang Profesor di Universitas Leiden Belanda, Cecily Rose menyampaikan, “genosida” adalah kejahatan internasional yang sangat spesifik, sehingga sulit untuk dibuktikan atau dilacak motif psikologi yang terdapat di baliknya.
Genosida Berbeda Dengan Kejahatan Perang atau Kemanusiaan Lainnya
Pembuktian “genosida” lebih sulit dibandingkan kejahatan perang atau kemanusiaan, dikarenakan membutuhkan pembuktian motif tertentu. Agar jaksa dapat menetapkan dakwaan mereka, maka terlebih dahulu harus membuktikan bahwa ras yang ingin dimusnahkan benar-benar berbeda, dan bukan termasuk dalam suatu paham politik tertentu.
Menilik “Konvensi tentang Penghindaran dan Hukuman Kejahatan Genosida”, indikator penting untuk menentukan apakah kejahatan genosida terlah terjadi adalah membuktikan sang pelaku sengaja melancarkan aksi untuk menghancurkan suatu kelompok, ras, etnis, atau agama.
Jika hanya bermaksud mencerai-beraikan suatu agama atau kelompok, maka niat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai patokan.
Karena sulit dibuktikan, maka perdebatan aksi “genosida” kerap kali muncul dalam beberapa peristiwa sejarah. Beberapa ahli sepakat, bahwa hanya ada satu peristiwa “genosida” yang terjadi dalam sejarah manusia, yaitu Holocaust tentara Nazi, yang menewaskan lebih dari 6 juta warga keturunan Yahudi.
Media Prancis, Radio France Internationale (RFI), saat ini ada empat kejahatan yang didefinisikan sebagai aksi“genosida” oleh pengadilan internasional PBB, masing-masing peristiwa memusnahkan warga Armenia pada era Kekaisaran Ottoman semenjak tahun 1915, aksi kekejaman tentara Nazi terhadap warga keturunan Yahudi pada era Perang Dunia II, pembantaian etnis minoritas Tutsi oleh Hutu selama Perang Saudara di Rwanda pada tahun 1994 dan kekejaman terhadap Muslim Bosnia di Srebrenica oleh pasukan Serbia pada era Perang Bosnia pada tahun 1995.
Selain itu, pada tahun 2018 Pengadilan Luar Biasa Kamboja (ECCC) juga menjatuhkan hukuman kepada Pemimpin Khmer Merah dan Nuon Chea, atas aksi pembantaian terhadap etnis minoritas Muslim Cham dan warga keturunan Vietnam di Kamboja pada era tahun 1970-an.
Semenjak Perang Dingin AS Menggunakan Kata Genosida Sebanyak 7 Kali
Departemen Luar Negeri AS telah menggunakan istilah “genosida” sebanyak 7 kali semenjak era Perang Dingin, masing-masing untuk peristiwa pembantaian di Bosnia, Rwanda, Sudan, Darfur, serangan tentara IS terhadap minoritas Yazidi di Irak, tuduhan kepada otoritas RRT yang dianggap sengaja melenyapkan etnis minoritas di Uyghur, Xinjiang, kekejaman junta militer di Myanmar terhadap Muslim Rohingya dan perang Ukraina – Rusia.
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang juga memiliki yurisdiksi terhadap apa yang disebut dengan “genosida”, akhirnya membuka investigasi terhadap dugaan kejahatan perang dan kemanusiaan yang terjadi dalam Perang Ukraina – Rusia.
Jaksa Ukraina telah menyelidiki tuduhan kejahatan yang dilakukan oleh tentara Rusia selama aneksasi Krimea pada tahun 2014. Di samping itu, mereka juga telah menyusun daftar tersangka dan mengidentifikasi ribuan kemungkinan kejahatan perang yang telah dilakukan oleh tentara Rusia, semenjak invasi bulan Februari lalu.
Pada saat yang sama, otoritas Moskow telah berulang kali membantah tuduhan “genosida”, dan membalas bahwa bangsa barat sengaja menyematkan label buruk bagi Rusia.
Kepala Asosiasi Internasional Cendekiawan Genosida (IAGS), Melanie O'Brien menyampaikan, genosida adalah kejahatan yang sulit dibuktikan, sehingga perlu membawa seluruh pihak ke meja perundingan.
Hal ini meliputi niat/motif kriminal, target yang ingin dilindungi, serta aksi pembunuhan dan perampasan anak secara paksa.
Dengan kata lain, untuk membuktikan suatu peristiwa sebagai bagian dari “genosida”, membutuhkan proses yang panjang, dan tentunya memakan waktu.