(Taiwan, ROC) --- Media Bloomberg mewartakan, beberapa ekonom percaya bahwa distribusi upah yang lebih merata akan dapat merangsang daya beli masyarakat dan pemerintah mampu menekan peningkatan dalam membelanjakan uang negara.
Lontaran "Kapitalisme Baru" disambut baik oleh sebagian pihak, mengingat pemerintah Jepang dalam beberapa tahun belakangan diberitakan terus berupaya untuk merangsang pertumbuhan ekonomi melalui pengeluaran negara.
Tanggapan Para Pengusaha Negeri Matahari Terbit
Namun, perjalanan untuk mewujudkan keinginan PM Fumio Kishida tersebut sulit terhindar dari tantangan para pebisnis dan elite politik.
Bagi perusahaan, memberikan upah yang lebih tinggi sama saja dengan mengurangi keuntungan mereka. Hal ini terasa sulit bagi perusahaan untuk menaikkan upah karyawan tanpa adanya langkah paksaan atau intensif dari pemerintah.
Media The Diplomat menuliskan bahwa pemerintahan Fumio Kishida enggan untuk menekan para pengusaha, setidaknya untuk jangka waktu dekat ini.
PM Fumio Kishida adalah sosok yang besar di lingkungan perbankan, yang mana senantiasa ramah terhadap komunitas pebisnis setempat. Dirinya dianggap akan mustahil menggunakan kekuatan negara untuk menekan perusahaan dalam menaikkan upah karyawan mereka.
Media The Diplomat menerangkan, Fumio Kishida tampaknya lebih bersedia untuk meningkatkan upah masyarakat, dengan memberikan wortel ketimbang tongkat. Dirinya diberitakan telah memutuskan untuk memberikan keringanan pajak bagi perusahaan yang bersedia meningkatkan upah karyawan mereka, yang mana tawaran tersebut akan diberikan sebagai insentif bagi perusahaan swasta untuk mengalokasikan kembali keuntungan mereka kepada para pekerjanya.
Namun demikian, para ahli juga memperingatkan tentang kebijakan tersebut. Saat mantan Perdana Menteri Shinzo Abe mengundurkan diri pada tahun 2020 silam, gaji bulanan rata-rata Jepang hanya meningkat ¥1.100 lebih banyak, semenjak ia menjabat untuk kedua kalinya pada 8 tahun lalu.
Meski Shinzo Abe telah memberikan pemotongan pajak serupa kepada para pengusaha selama ia menjabat, hal tersebut memperlihatkan bahwa untuk memperbaiki kondisi pemasukan para pekerja tidak bisa dengan hanya mengandalkan niat baik para kapitalis.
Beberapa ahli menyarankan bahwa Fumio Kishida perlu sedikit menjauh dari optimisme berlebihan perihal kapitalisme, sebaliknya harus bersikap lebih kritis terhadap kapitalis.
Abenomics VS Kapitalisme Baru
Tantangan kedua adalah hambatan politik atau lebih tepatnya tanggapan faksi Shinzo Abe di dalam tubuh Partai Demokrat Liberal.
Setelah mengundurkan diri karena alasan kesehatan, mantan PM Shinzo Abe menjadi pemimpin faksi terbesar di Partai Demokrat Liberal. Mengingat pengaruhnya yang sangat besar, membuat Fumio Kishida seakan-akan bergantung pada anggukan Shinzo Abe, jika ingin kebijakannya dapat diterapkan secara efektif.
Sebelumnya, Shinzo Abe pernah menyatakan ketidakpuasannya terhadap "Kapitalisme Baru" yang digalang oleh Fumio Kishida. Shinzo Abe kuatir bahwa reformasi ekonomi tersebut akan bertentangan dengan serangakaian kebijakan pro pebisnis, yakni "Abenomics".
PM Fumio Kishida sebelumnya juga pernah melontarkan kritikan terhadap "Abenomics" yang dilakukan oleh kedua mantan PM Jepang. Fumio Kisihida beranggapan bahwa kebijakan ekonomi seperti itu hanya membuat orang kaya semakin kaya. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang ingin dilakukannya, yakni membuat mayoritas warga Jepang dapat merasakan keuntungan langsung dari perusahaan yang merekrutnya.
Meski Shinzo Abe sebelumnya berjanji akan mendukung Fumio Kishida, tetapi saling tarik-menarik antar dua kekuasaan sering terjadi secara diam-diam. Dalam sebuah acara debat politik yang tayang di TV Tokyo pada akhir bulan Desember lalu, Shinzo Abe terang-terangan menyampaikan bahwa Fumio Kishida tidak seharusnya mengubah Abenomics.
Ia juga memperingatkan, jika gaya "Kapitalisme Baru" yang didorong oleh Fumio Kishida memiliki rupa yang sama dengan sosialisme, yang dicemaskan akan mendatangkan respons negatif dari pasar.