close
RTISISegera unduh Aplikasi ini
Mulai
:::

Pekan Interaktif 041125: Kontroversi Tradisi Penangkapan Tuna Sirip Biru

  • 11 April, 2025
Pekan Interaktif - RtiFM Online Jumat

AI Kini dapat Membuat Gambar Figurin Diri yang Lucu 

Tren global dalam dunia AI saat ini sedang ramai dengan gaya visual ala Studio Ghibli. Namun, karena tingginya permintaan, kemampuan AI—termasuk ChatGPT—untuk menghasilkan gambar seperti itu bisa melambat. Di tengah tren tersebut, muncul pula gaya baru yang mulai digemari warganet: membuat gambar boneka figurin imut dengan bantuan AI.

Salah satu pengguna media sosial dengan akun “gg_____1” baru-baru ini membagikan video tutorial tentang cara membuat gambar “boneka figurin” (糖膠公仔) menggunakan AI. Prosesnya cukup sederhana, dan hasilnya menyerupai boneka figurin yang dijual secara komersial, lengkap dengan kemasan pajangan.

(foto: IG hendradrognight)

 

Acara Akbar Idul Fitri Taipei 2025 akan Diadakan di Akhir Pekan Ini

Acara akbar perayaan Hari Raya Idul Fitri tahun 2025 di Taipei akan diselenggarakan di Taman Hutan Daan pada hari Minggu, 13 April 2025. Di hari ini, Biro Pariwisata dan Komunikasi Kota Taipei bersama dengan Asosiasi Muslim Tionghoa, Yayasan Masjid Taipei, Kantor Perwakilan Ekonomi dan Perdagangan Indonesia di Taipei (KDEI Taipei), Biro Ketenagakerjaan Kota Taipei bersama-sama menyelenggarakan acara “Idul Fitri 2025 di Taipei”.

Dalam acara ini akan ada berbagai kios bertemakan budaya Muslim yang memungkinkan Anda berjalan-jalan, mencicipi aneka kuliner eksotis, mengumpulkan benda-benda budaya unik, serta mempelajari kehidupan sehari-hari umat Islam tanpa harus bepergian ke luar negeri.

Tidak hanya itu, Anda pun bisa mengikuti berbagai kegiatan pengalaman budaya yang dibagi dalam beberapa sesi, antara lain kegiatan pengalaman melukis Henna, pengalaman menulis kaligrafi Arab, serta pengalaman mencoba musik gamelan maupun gendang rebana.

Tidak ketinggalan tentunya pertunjukkan luar biasa dengan penyanyi Indonesia, Nita, kemudian penyanyi Taiwan keturunan Indonesia Kelly Cheng (鄭沐晴), dan kelompok tari rakyat tradisional dari Timur Tengah yang akan mempersembahkan serangkaian pertunjukkan dengan aspek multikulturalisme.

Waktu kegiatan: Minggu, 13 April 2025 pukul 11:00-17:00

Lokasi: Taman Hutan Daan

Transportasi: Stasiun MRT Daan Park (大安森林公園)

2025 Eid-al-Fitr in Taipei | Taipei Travel

(foto: Travel Taipei)

FAKTA UNIK
KONTROVERSI TRADISI PENANGKAPAN “TUNA SIRIP BIRU” TAIWAN.

I. Tuna Sirip Biru adalah Tuna Berukuran Tubuh Terbesar
Tuna sirip biru merupakan anggota famili makarel atau keluarga tuna yang memiliki ukuran tubuh paling besar, dengan panjang tubuh dapat mencapai 3,5 meter dan berat hingga 600–700 kg. Ukurannya jauh lebih besar dibandingkan tuna jenis lain dalam keluarga yang sama seperti tuna albakor, tuna sirip kuning, tuna mata besa, serta tuna pinggang panjang atau tongkol abu-abu. Pada umumnya, spesies dengan ukuran tubuh terbesar dalam setiap kelompok cenderung menjadi yang pertama masuk dalam daftar spesies yang dilindungi, atau bahkan mengalami kepunahan.

2. Tuna Sirip Biru adalah Jenis Tuna yang Paling Panjang Umurnya

Semakin besar ukuran tubuh seekor ikan, biasanya usianya juga lebih panjang. Namun, ikan seperti ini juga cenderung matang lebih lambat dan menghasilkan lebih sedikit keturunan. Seperti halnya hiu atau ikan laut dalam, mereka sangat rentan terhadap penangkapan berlebihan dan sulit untuk pulih populasinya. Karena itulah, jenis seperti ini sering menjadi prioritas dalam upaya konservasi, bahkan ada yang sampai punah.

Tuna sirip biru bisa hidup lebih dari 35 tahun, dan biasanya baru matang dan bisa berkembang biak pada usia 4–8 tahun. Namun saat ini, lebih dari 70–80% tuna sirip biru Pasifik yang ditangkap adalah ikan muda yang belum matang. Mereka belum sempat bertelur, tapi sudah ditangkap, sehingga mudah menyebabkan apa yang disebut “kepunahan fungsional” (functional extinction). Ini tidak hanya menghilangkan kesempatan mereka berkembang biak, tapi juga membuang-buang sumber daya secara sia-sia karena belum memberikan nilai ekonomi optimal.

Selain itu, ukuran ikan dan harganya berhubungan erat. Semakin besar ikan, semakin mahal harganya. Secara lebih spesifik, ikan yang memiliki panjang tubuh sepuluh kali lebih besar akan memiliki harga yang jauh lebih mahal, bisa seratus kali atau bahkan seribu kali lebih mahal dari ikan yang lebih kecil. Jadi, ukuran yang sangat besar membuat harga ikan sangat tinggi.

3. Tuna Sirip Biru adalah Ikan yang Paling Hebat Bermigrasi

Tuna merupakan jenis ikan yang sangat maju dalam evolusinya. Mereka muncul di bumi setelah manusia. Otot mereka mengandung banyak mioglobin, dan sistem sirkulasi mereka memiliki “mekanisme konveksi” yang memungkinkan darah mereka tetap hangat meski berenang di perairan dingin. Karena itu, mereka bisa hidup dari wilayah tropis hingga perairan yang lebih dingin di zona beriklim sedang, serta bisa berenang jarak jauh.

Ada tiga jenis/subspesies tuna sirip biru:

  • Tuna Sirip Biru Pasifik (T. orientalis)
  • Tuna Sirip Biru Selatan (T. maccoyii)
  • Tuna Sirip Biru Atlantik (T. thynnus)

Mereka dapat bermigrasi mengelilingi seluruh Samudra Pasifik bagian utara dan selatan, serta Samudra Atlantik dan Hindia untuk menyelesaikan siklus hidupnya: bertelur, menetas, tumbuh, makan, dan bereproduksi.

Namun, karena migrasinya melintasi wilayah negara-negara berbeda dan perairan internasional (laut lepas), upaya perlindungannya sangat sulit dan memerlukan kerja sama internasional. Dibutuhkan pembentukan zona perlindungan laut, pengaturan penangkapan, bahkan revisi hukum laut oleh PBB agar perlindungan dapat terlaksana secara efektif.

4. Tuna Sirip Biru adalah Ikan Termahal

Semakin mahal seekor ikan, biasanya semakin cepat habis ditangkap. Tuna sirip biru menjadi sasaran penangkapan berlebihan karena rasanya yang lezat dan harganya tinggi, terutama sebagai bahan sashimi kelas atas di Jepang dan Taiwan.

Contohnya, di pasar ikan Tsukiji Jepang, seekor tuna pernah dilelang seharga USD 1,76 juta (sekitar 50 juta NT atau lebih dari 25 miliar rupiah). Jika dibagi menjadi 1000 potong, maka setiap potong harganya sekitar 25 juta rupiah!

Taiwan pun ikut memanfaatkan peluang ini. Sejak tahun 2000, Donggang rutin mengadakan “Musim Tuna Sirip Biru” untuk menarik wisatawan. Namun, jumlah tuna yang tertangkap terus menurun drastis, dari puluhan ribu ekor di awal hingga hanya 439 ekor pada 2012.

Sedihnya, semakin langka tuna, semakin mahal pula harganya. Harga tinggi ini mendorong nelayan berlomba-lomba menangkap tuna, meski harus menempuh bahaya atau melanggar batas wilayah laut.

Karena ikan di laut tak punya “pemilik”, nelayan hanya akan memiliki hak atas ikan tersebut jika sudah ditangkap. Ini menciptakan tragedi “barang milik umum” (tragedy of the commons) di mana semua orang berlomba menangkap sebanyak-banyaknya. Jika negara A tidak menangkap, negara B akan melakukannya duluan. Akhirnya, ikan-ikan mahal seperti tuna sirip biru akan habis lebih dulu.

Untuk membantu konservasi tuna sirip biru sekaligus mempertahankan hak tangkap nelayan, Pemerintah Taiwan berupaya dengan mengikuti kuota tangkap internasional. Karena kuota internasional, Taiwan mendapatkan jatah penangkapan tuna hitam sebanyak 1.965 ton. Dari tahun 2019 hingga 2022, Taiwan selalu menyisakan kuota 230 ton setiap tahunnya, bahkan tahun 2023 lebih banyak lagi, yaitu 334 ton.

5. Tuna Sirip Biru Belum Bisa Dibudidayakan Secara Komersial

Berbagai lembaga riset di Jepang dan Australia telah berupaya keras membudidayakan tuna sirip biru. Meski ada kemajuan, seperti Jepang yang mengklaim berhasil melakukan budidaya penuh dan bahkan memasarkan hasilnya, kenyataannya produksi ini tidak efisien secara ekonomi.

Model budidaya tradisional tuna sirip biru dimulai dari anak ikan liar seberat 2 hingga 3 kilogram, yang kemudian dibesarkan selama 3 hingga 4 tahun sebelum dipanen. Namun, dalam sistem budidaya penuh (full-cycle), tuna harus dibesarkan mulai dari tahap penetasan telur, dan memerlukan waktu setidaknya 5 tahun hingga bisa dipanen.

Selain itu, setiap pertambahan 1 kilogram berat tubuh tuna memerlukan sekitar 15 kilogram pakan. Dengan menurunnya hasil tangkapan ikan alami seperti ikan makarel dan sarden — yang menjadi bahan utama pakan — biaya pakan terus meningkat, sehingga membuat beban budidaya jangka panjang menjadi semakin berat.

Majalah Business Weekly bahkan menyamakan budidaya tuna dengan memelihara gajah hanya untuk mengambil gading—sama-sama tidak menguntungkan.

Parahnya, klaim keberhasilan budidaya justru dijadikan alasan untuk terus menangkap tuna liar, dengan dalih “nanti bisa diganti dengan hasil budidaya.” Akibatnya, budidaya menjadi alasan untuk terus melakukan penangkapan berlebihan yang justru mempercepat kepunahan.

6. Tuna Sirip Biru adalah Predator Puncak dalam Ekosistem Laut

Di alam liar, tuna sirip biru tidak memiliki predator alami selain manusia. Ia adalah penghuni paling sukses di laut dan menjaga keseimbangan ekosistem laut lewat efek berantai dari atas ke bawah (top-down control). Bila makhluk puncak rantai makanan seperti ini punah, efek domino akan terjadi, dan akhirnya yang tersisa di laut hanya produsen dasar seperti plankton, cacing, atau ubur-ubur.

 

 

 

Penyiar

Komentar