Di Bawah Pengaruh Perubahan Iklim, Apakah Anggur Prancis Tak Lagi Jadi Pilihan Utama?
Akibat dampak pemanasan global dan pembangunan, makin banyak spesies yang terancam punah. Sebagai contoh di Taiwan, jumlah beruang hitam Taiwan di alam liar terus menurun. Tidak hanya binatang, hal serupa juga terjadi pada tanaman.
Dalam beberapa tahun terakhir, dampak perubahan iklim global mulai terlihat secara nyata, dan industri anggur pun tak luput dari dampaknya. Menurut laporan dari International Organisation of Vine and Wine (OIV), produksi anggur global pada tahun 2023 turun ke tingkat terendah sejak tahun 1962. Tren ini menyoroti ancaman perubahan iklim ekstrem terhadap pertanian dan memaksa industri untuk meninjau ulang arah pengembangan di masa depan.
Sebagai perbandingan, tanaman komoditas utama di Amerika Selatan dan Afrika—seperti kopi dan cokelat—juga mengalami penurunan produksi secara drastis akibat perubahan iklim ekstrem. Misalnya, harga kopi pada tahun 2023 mencapai titik tertinggi dalam hampir 50 tahun terakhir.
Penurunan besar produksi anggur pada tahun 2023 sangat memukul negara-negara produsen utama seperti Italia dan Spanyol. Produksi anggur di Italia turun sebesar 23%, sementara Spanyol turun 20%—keduanya merupakan rekor terendah dalam beberapa tahun terakhir. Prancis, sebagai salah satu dari tiga produsen anggur terbesar di dunia, juga tak luput dari dampak iklim ekstrem. Diperkirakan produksi anggur di Prancis pada tahun 2024 turun sebesar 18%, menjadi 39,3 juta hektoliter—lebih rendah dari rata-rata 44,2 juta hektoliter selama lima tahun terakhir. (1 hektoliter = 100 liter)
Penyebab utama fenomena ini adalah peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian cuaca ekstrem secara global. Produksi anggur sangat bergantung pada kondisi iklim yang stabil, namun semakin sering terjadi bencana alam seperti suhu ekstrem, kekeringan, embun beku, dan banjir, yang semuanya mempersulit proses penanaman dan panen anggur. Sebagai contoh, wilayah terkenal Chablis di Prancis pada tahun 2024 mengalami serangan embun beku, hujan es, curah hujan berlebihan, dan jamur, yang menyebabkan penurunan produksi secara signifikan.
Kawasan Tradisional Terancam, Banyak Wilayah Tak Lagi Cocok untuk Budidaya Anggur
Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa jika suhu global naik lebih dari 2°C, maka 29% wilayah tradisional penghasil anggur mungkin tidak lagi cocok untuk budidaya anggur. Ini menjadi tantangan besar bagi wilayah yang bergantung pada varietas anggur tertentu, seperti Bordeaux dan Burgundy di Prancis yang terkenal dengan jenis anggurnya yang khas, namun memiliki daya adaptasi terbatas terhadap suhu tinggi dan cuaca ekstrem.
Selain itu, perubahan iklim yang memicu cuaca ekstrem membuat para petani anggur harus menerapkan langkah-langkah pertanian tambahan, seperti meningkatkan irigasi, mengubah metode pemangkasan, bahkan menggunakan teknologi pendinginan buatan untuk melindungi tanaman anggur. Semua tindakan ini tentu akan meningkatkan biaya produksi dan pada akhirnya memengaruhi harga pasar serta daya saing produk anggur.
(foto: Canva)
Bangkitnya Wilayah Produksi Baru—Mungkin Di Masa Depan Kita Akan Membeli Anggur dari Negara Nordik
Meski perubahan iklim memberikan tekanan besar pada wilayah produksi anggur tradisional, hal ini justru membuka peluang bagi wilayah lainnya. Negara-negara Nordik seperti I
nggris dan Swedia kini mulai bisa membudidayakan anggur berkat pemanasan global, bahkan sudah mulai memproduksi sparkling wine (anggur bersoda) berkualitas tinggi. Selain itu, daerah di Amerika Utara seperti Kanada dan negara bagian Oregon di Amerika Serikat kini juga menjadi kawasan budidaya anggur yang menjanjikan seiring naiknya suhu.
Perubahan ini bisa mengubah struktur pasar global anggur—negara-negara tradisional mungkin tidak lagi memiliki dominasi mutlak, sementara negara-negara baru berpeluang untuk bangkit. Namun, wilayah baru ini juga menghadapi tantangan tersendiri, seperti membangun pengakuan merek, meningkatkan teknik produksi anggur, dan menjaga kestabilan produksi.
Perbaikan Pertanian untuk Meningkatkan Ketahanan Tanaman Anggur
Untuk menghadapi dampak perubahan iklim, industri anggur harus mencari strategi adaptasi baru, termasuk membudidayakan varietas anggur yang lebih tahan panas dan kekeringan. Misalnya, wilayah Bordeaux di Prancis sudah mulai memperkenalkan varietas anggur dari Portugal dan Spanyol seperti Touriga Nacional, yang lebih tahan terhadap panas dan cocok untuk lingkungan bersuhu lebih tinggi.
Selain itu, beberapa perkebunan anggur mulai menerapkan teknologi inovatif untuk mengatur mikroklimat (secuil wilayah yang memiliki suhu berbeda), seperti memasang jaring peneduh di kebun anggur guna mengurangi paparan sinar matahari langsung, atau menambahkan lapisan penutup tanah untuk menjaga kelembapan. Ada pula yang memilih pindah ke wilayah dengan ketinggian lebih tinggi guna mencari kondisi iklim yang lebih sesuai.
Perubahan iklim membawa tantangan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi industri anggur global, dan hal ini mendorong transformasi dan inovasi dalam industri. Kawasan produksi tradisional yang tidak mengambil tindakan akan terancam merosot akibat perubahan lingkungan. Sebaliknya, wilayah yang mampu beradaptasi dan merespons dengan aktif memiliki peluang untuk membuka pasar baru dalam produk minuman beralkohol.
Ke depan, pasar global anggur akan menghadapi lebih banyak ketidakpastian. Namun satu hal yang pasti: perubahan iklim akan terus memengaruhi perkembangan industri, dan para petani serta produsen anggur perlu menerapkan strategi yang lebih fleksibel agar dapat bertahan dan menemukan peluang baru dalam perubahan ini.
(foto: Canva)
Anker Rilis Earbuds Berteknologi AI, Bisa Terjemahkan Lebih dari 100 Bahasa
Anker melalui brand audio Soundcore merilis earbuds Open-Wear Stereo (OWS) dengan teknologi kecerdasan buatan (AI), AeroFit 2 dan Aerofit V20i. Seperti apa spesifikasi earbuds ini?
Country Manager Anker Indonesia, Ridwan Hidayat mengungkapkan AeroFit 2 membenankan teknologi AI Translation yang menjadikannya earbuds OWS pertama di Indonesia yang dapat menerjemahkan lebih dari 100 bahasa secara real-time. Fitur ini hadir dalam dua mode penerjemahan.
Pertama, Face-to-Face Mode. Teknologi ini membantu komunikasi pengguna saat traveling atau berbicara dengan orang asing. AI akan menerjemahkan ucapan lawan bicara ke bahasa pilihan pengguna, lalu memutarnya kembali melalui earbuds secara real-time.
Kedua, AI Real-Time Translation Mode. Teknologi tersebut bermanfaat untuk rapat atau percakapan dalam berbagai bahasa. Earbuds akan menerjemahkan percakapan secara langsung ke dalam bahasa pengguna, sehingga komunikasi dapat lancar tanpa hambatan bahasa.
"AeroFit 2 dilengkapi empat mikrofon dan AI Noise Reduction. Lewat teknologi ini, earbuds dapat menangkap suara pengguna lebih akurat serta menyaring kebisingan sekitar, sehingga suara tetap terdengar jelas saat menelpon, bahkan di lingkungan ramai," ujarnya, dalam keterangan pers dilansir Selasa (18/3/2025).
Desain earbuds tersebut dirancang lebih ramping dengan konektor lebih kecil serta dilengkapi rotatable ear hooks (kait telinga yang dapat diputar). Ini memungkinkan suara dihantarkan melalui udara tanpa masuk ke dalam saluran telinga, sehingga dapat mengurangi tekanan pada telinga, menurunkan risiko gangguan pendengaran, dan memberikan kenyamanan untuk pemakaian jangka panjang.
Sementara earbuds Aerofit V20i dibuat sebagai produk dengan pilihan lebih terjangkau. Fitur yang disematkan antara lain adjustable ear hook, game mode untuk mengurangi delay suara, serta earbuds dengan lampu LED yang dapat dikustomisasi.
"Fitur ini tidak hanya menambah kesan stylish, tetapi juga meningkatkan visibilitas dan keamanan bagi pengguna yang berolahraga di malam hari," kata Ridwan.
Earbuds AeroFit 2 dan Aerofit V20i sama- sama dilengkapi teknologi adjustable ear hook yang dapat digunakan di mana dan kapan saja. Ini menjadikan telinga tidak akan terasa sakit meski dipakai dalam waktu lama.
“Peluncuran dua produk ini merupakan bagian dari komitmen kami membantu masyarakat menjaga kesehatan pendengaran. WHO memperkirakan lebih dari 2,5 miliar orang berisiko mengalami gangguan pendengaran pada 2050. Kami ingin berkontribusi mengurangi risiko tersebut dengan menghadirkan solusi audio lebih aman,” ujar Ridwan.
(foto: Amazon)
NTUST dan ITRI Kembangkan Platform Layanan untuk Bantu Perusahaan Periksa Kesehatan Rantai Pasokan
Dekan Fakultas Manajemen Universitas Sains dan Teknologi Nasional Taiwan (NTUST), Tsao Yu-Chung (曹譽鐘), bekerja sama dengan Institut Penelitian Teknologi Industri (ITRI) mengembangkan “Platform Layanan Pemeriksaan Kesehatan untuk Peningkatan Ketahanan Rantai Pasokan”. Platform ini dapat melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi rantai pasokan, produksi, dan pengambilan keputusan manajemen. Saat ini, lebih dari 100 perusahaan telah berpartisipasi, dan ke depannya platform ini akan dioptimalkan lebih lanjut dengan teknologi AI.
Dalam siaran pers yang dirilis pada 7 April, NTUST menyebutkan bahwa inti dari platform ini adalah kerangka evaluasi ketahanan rantai pasokan yang dikembangkan oleh Tsao Yu-Chung. Melalui survei kuesioner, platform ini mengevaluasi secara komprehensif berbagai dimensi ketahanan rantai pasokan perusahaan. Lewat pemeriksaan kesehatan berbasis data, perusahaan dapat mengetahui peringkat kemampuan mereka dalam lima aspek utama—digitalisasi, analisis data, pengambilan keputusan, kolaborasi, dan keberlanjutan—dibandingkan dengan industri secara keseluruhan, sehingga bisa memperkuat stabilitas dan daya saing rantai pasokan mereka.
Selain digunakan di luar pabrik, Tsao Yu-Chung juga menjelaskan bahwa platform ini bisa dipakai di dalam pabrik. Misalnya, mereka mengembangkan cara agar lengan robot bisa menyusun kotak dengan ukuran berbeda-beda—tidak seperti mesin lama yang hanya bisa menangani kotak dengan ukuran sama. Selain itu, mereka juga mencari cara agar penggunaan palet (alas untuk mengangkut barang) di gudang jadi lebih efisien. Sistem ini juga bisa memperhitungkan hal-hal rumit seperti titik keseimbangan dan ukuran barang, supaya pekerjaan di gudang jadi lebih optimal dan bisa berjalan otomatis dengan lebih pintar.
Tsao Yu-Chung, yang juga menjabat sebagai Direktur Pusat Riset Manajemen Operasi Berbasis AI di Taiwan Tech, mengatakan bahwa kerja sama antara dunia kampus dan industri punya nilai penting: yaitu untuk menemukan masalah utama yang benar-benar mempengaruhi dunia usaha. Tapi hal ini butuh pengalaman yang dikumpulkan dalam waktu lama.
Ke depannya, ia berharap bisa terus membuat terobosan dalam bidang manufaktur pintar (smart manufacturing), logistik, dan penggunaan kecerdasan buatan (AI). Ia juga ingin menggabungkan proyek ini dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dari PBB (SDGs), supaya platform ini bisa menilai aspek keberlanjutan secara lebih rinci dan memberi dampak yang lebih besar—baik di dunia akademik maupun dalam praktik industri nyata.
Perjalanan di Perkebunan Kopi Premium Taiwan
Sejarah Budi Daya Kopi Taiwan
Taiwan cocok untuk menanam kopi? Kepala Institut Penelitian Pertanian Taiwan (Taiwan Agricultural Research Institute/TARI) cabang Chiayi, Yi-Tan Denise Fang menyampaikan, 23,5 derajat Lintang Selatan dan Lintang Utara dikenal sebagai “Sabuk Kopi” (The Coffee Belt atau The Bean Belt adalah istilah yag dipakai untuk menggambarkan daerah di sekitar khatulistiwa yang cocok untuk ditanami kopi), persyaratan untuk untuk penanaman kopi hampir sama dengan teh. Pada tahun 1884, ada seorang pedagang dari Inggris yang memasukan pohon kopi Arabica dalam jumlah sedikit ke Taiwan.
Pada tahun 1902, pemerintah Jepang membudidayakan kopi di area yang sekarang ini adalah Hengchun Tropical Botanic Garden, dan mendapati bahwa Taiwan merupakan tempat yang paling cocok untuk menanam kopi Arabica, kemudian membudidayakan tunas kopi di Gunung Hebao, Desa Gukeng, Kabupaten Yunlin, bahkan diperluas hingga ke Hehuanshan dan tempat lainnya. Usai Perang Dunia II, pasar kopi Taiwan sudah tidak ada lagi, sehingga kebanyakan dari perkebunan kopi ditinggalkan kosong.
Melambungnya harga kopi internasional pada era tahun 1950-an membangkitkan kembali gelombang panas kopi Taiwan, memasukkan varietas kopi tahan penyakit karat daun (coffee leaf rust/Hemileia vastratix) dan teknik pembudidayaan dari Hawaii, tetapi kemudian pemerintah Taiwan tidak lagi mempromosikan sehingga perkebunan kopi Taiwan menjadi lesu.
Gempa dashyat yang mengguncang Taiwan pada tanggal 21 September 1999 menjadi peluang bagi kopi Taiwan untuk bangkit. Demi rekonstruksi kawasan gempa, pemerintah mencanangkan kebijakan “Satu Desa Satu Keunikan” dan industri kopi di Desa Gukeng ditargetkan sebagai poros pengembangan. Pemerintah Kabupaten Yunlin kemudian menggelar “Festival Kopi Taiwan” perdana pada tahun 2003, dan Desa Gukeng ditetapkan sebagai “Desa Kopi Taiwan”.
Taiwan dan Alliance for Coffee Excellence (ACE) menggelar Private Collection Auction (PCA) perdana pada tahun 2021, yang menarik 14 produsen kopi turut serta dalam pertandingan, termasuk Blue Bottle Coffee dari Amerika Serikat yang mendapat predikat Apple-nya dunia kopi. Pada tahun 2023 penyelenggaraan ditingkatkan menjadi Cup of Excellence (COE) yang dikenal dengan sebutan “Oscar industri kopi”, menunjukkan bahwa kualitas kopi Taiwan telah mendapat pengakuan dari pembeli internasional.
Taiwan menjadi pembeli terbesar dunia dalam lelang kopi Best of Panama (BOP) beberapa tahun terakhir ini, bahkan toko waralaba mempromosikan kopi premium yang memperlihatkan bahwa konsumen lebih berselera pada kopi berkualitas tinggi dan harga mahal. Kopi Taiwan sendiri sedang berkembang mengarah pada tren kopi premium, menampilkan kekhasan Taiwan.
(foto: Canva)
Kopi Alishan
Alishan (Gunung Ali) sudah sejak dulu tersohor di dunia dengan panorama klasik matahari terbit, matahari terbenam, lautan awan, perkebunan teh pegunungan tinggi, dan pohon kopi yang tertebaran di mana-mana, bahkan menjadi “pemukiman kopi”, tempat berkumpulnya tanah perkebunan kopi berkualitas premium Taiwan. Pada perlombaan penyajian kopi Cup of Excellence (COE) perdana tahun 2023 yang digelar di Taiwan bersama Alliance for Coffee Excellence (ACE), ada 13 dari 20 besar kopi pilihan adalah kopi dari perkebunan Alishan.
Di ketinggian 2.300 meter di atas permukaan laut, matahari baru muncul pada pukul 8 pagi dan kabut mudah muncul setelah tengah hari. Iklim yang alami dengan suhu yang bervariasi antara siang dan malam serta hujan musim panas membuat Alishan menjadi tempat yang sangat cocok untuk pertumbuhan pohon kopi. Alishan menghasilkan biji kopi yang kaya dan penuh, dengan aroma kopi yang kuat yang juga membawa rasa teh dan manisnya tebu, memberikan cita rasa kopi yang unik yang mendapatkan pengakuan internasional. Nama kopi Alishan pun semakin terkenal baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Seorang pemuda yang kembali ke kampung halaman dan dikenal sebagai "Raja Kopi Alishan", Fang Cheng-Lun, adalah pionir yang mendorong tren kopi Alishan ini. Berbeda dari kopi biasa, kopi tetes ini memiliki aroma yang kuat dengan sentuhan rasa brandy yang memperkaya seluruh rasa di lidah. Kak Fang mengatakan bahwa secangkir kopi ini merupakan hasil dari upaya bertahun-tahun, dan rahasia rasanya tersimpan di kebun kopinya.
(foto: FB 鄒築園zouzhouyuan)
Sebutir Buah Kopi Menjadi Permata yang Mengubah Hidup Fang Cheng-lun
Fang Cheng-Lun telah pindah ke Taipei sejak SMP untuk melanjutkan pendidikan, dan setelah lulus dari perguruan tinggi, ia tinggal di luar kota selama sepuluh tahun. Pada tahun setelah ia menyelesaikan wajib militernya, ayahnya menginginkan agar ia kembali ke Alishan untuk membantu bisnis keluarga yang mengelola kebun teh dan anggrek. Namun, Fang Cheng-Lun tahu bahwa sebagai anak tunggal, ia suatu saat harus kembali ke kampung halamannya. Pada usia 23 tahun, ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke gunung dan membantu ayahnya. Terbiasa dengan kehidupan kota yang dinamis, Fang Cheng-Lun merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan yang lebih sederhana di pegunungan, jauh dari keramaian dan teman-temannya. Hidup di Alishan terasa kosong dan tanpa tujuan, dan Fang Cheng-Lun merasa bahwa hidupnya kehilangan semangat. “Saat itu di gunung tidak ada internet, sinyal telepon pun sangat lemah, bahkan TV hanya memiliki empat saluran. Rasanya seperti hidup sudah mencapai titik akhir,” kenang Fang Cheng-Lun sambil tersenyum.
Melihat putranya yang hidup tanpa tujuan, ayah Fang Cheng-Lun memahami kesulitan dan tekanan sosial yang dihadapi anak muda yang kembali ke kampung halaman. Ayahnya teringat beberapa tahun lalu ketika ia membawa pulang beberapa pohon kopi dari keluarga dan menanamnya di lereng gunung. Kini, pohon-pohon kopi itu sudah berbuah lebat, sehingga ayahnya menyerahkan 200 pohon kopi untuk dikelola oleh Fang Cheng-Lun, berharap hal itu bisa membantu anaknya menemukan arah hidupnya. Sebelum terjun ke dunia kopi, Fang Cheng-Lun adalah orang yang sama sekali tidak mengerti tentang kopi, bahkan ia belum pernah melihat biji kopi sebelumnya. Sampai suatu hari ketika ia memetik buah kopi di kebun, ia merasa penasaran dan mencoba memakan buah kopi yang tampak merah cerah tersebut. Ia terkejut mengetahui bahwa buah kopi rasanya manis, berbeda dengan rasa pahit setelah diseduh. Ia akhirnya mengetahui bahwa kopi harus dipanggang terlebih dahulu untuk mengeluarkan aroma khasnya. Rasa penasaran itulah yang membuka jalan bagi Fang Cheng-Lun untuk mempelajari kopi lebih dalam.
Saat kopi masih belum begitu populer di Taiwan, penelitian tentang kopi tentu menjadi perjalanan yang sepi dan penuh tantangan. Fang Cheng-Lun, dengan semangat muda, terus bereksperimen menggunakan cara-cara tradisional. Untuk mengupas biji kopi, ia bahkan pernah melakukannya dengan tangan sampai kuku tangannya pecah, atau menggunakan ban truk untuk menggiling biji kopi. Ia juga pernah menggunakan wajan penggorengan ibunya, pemanggang roti, mesin pengering teh, dan bahkan rak panggang barbekyu untuk memanggang biji kopi. “Pada awalnya, di Taiwan tidak banyak orang yang menanam kopi, jadi sebagian besar eksperimen dilakukan sendiri dengan cara yang sangat sederhana. Sebenarnya itu hanya eksperimen konyol,” kata Fang Cheng-Lun. Namun, eksperimen yang tampak aneh ini membuahkan hasil. Pada tahun 2007, ia berhasil meraih juara pertama dalam turnamen biji kopi premium nasional Taiwan. Kopi Geisha-nya yang dijemur di bawah matahari berhasil meraih penghargaan khusus dari Alishan Coffee Evaluation & Assessment tahun 2022, dan lelang 5 kilogram kopinya terjual dengan harga NT$520.000, mencetak rekor lelang tertinggi dunia pada saat itu.
Prestasi pertama yang mengejutkan ini membuat banyak ahli kopi dan akademisi terkesan. Biji kopi Alishan segera menjadi sorotan, dan kebun kecil dengan hanya 200 pohon kopi itu tiba-tiba menjadi sangat terkenal. Semua biji kopi yang dihasilkan habis terjual, dan Fang Cheng-Lun kembali menemukan kepercayaan diri. Ia memutuskan untuk menanam lebih banyak pohon kopi dan mengubah kebun teh keluarganya menjadi kedai kopi, agar para pecinta kopi dapat datang ke Alishan untuk menikmati kopi yang ia tanam, olah, dan seduh sendiri. Namun, saat bisnisnya mulai berkembang, Tuhan seakan mempermainkannya. Pada tahun 2009, Taiwan dilanda bencana alam badai angin typhoon Morakot yang parah, memutuskan jalan penghubung Alishan dengan luar kota, dan kedai kopi yang baru dibuka kurang dari seminggu terpaksa tutup tanpa pengunjung selama hampir enam bulan. Tidak ingin menyerah pada takdir, Fang Cheng-Lun memutuskan untuk turun ke kota mencari pelanggan. Ia menjelajahi berbagai pasar di seluruh Taiwan, menceritakan kisahnya dan menjual biji kopi yang ia tanam. Ia menghabiskan hampir dua tahun untuk melewati masa-masa sulit tersebut.
Kebun milik Fang Cheng-Lun yang bernama “Zou Zhou Yuan” mengolah kopi dengan tiga metode pengolahan: natural, washed, dan honey. Saat ini, kebun kopi tersebut menghasilkan sekitar dua ribu kilogram biji kopi per tahun, dan setiap biji kopi harus melalui tangan Fang Cheng-Lun.
Taiwan merupakan pulau teknologi, Fang Zheng-lun menggunakan industri pertanian cerdas untuk menanam kopi dengan kualitas tinggi. Perkebunan kopi dilengkapi dengan alat pendeteksi suhu, tingkat kelembapan, kesuburan tanah dan lainnya untuk dimasukkan dalam aplikasi, sehingga dia hanya perlu menganalisis informasi data yang besar untuk menentukan strategi pengelolaan ladangnya, dengan demikian dia memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan observasi kebunnya, dan “menemukan banyak hal yang unik, yang mengubah industri kopi Taiwan.
Dengan kesabaran dan pengalaman, seorang pemuda yang dahulu merasa putus asa kini berhasil meraih kesuksesan berkat keteguhan dan kerja kerasnya. Kini, dengan tangan yang telah berpengalaman selama lebih dari 15 tahun, ia bisa bercerita kepada dunia bahwa rasa kopi yang nikmat berasal dari kampung halamannya di Alishan.
(foto: FB 方政倫)