New Taipei Promosikan Rencana Jalur MRT Minsheng
New Taipei telah mengajukan rencana kepada pemerintah pusat untuk Jalur Mass Rapid Transit (MRT) Minsheng, yang akan menghubungkan jalur antara Keelung dan kawasan Dadaocheng di Taipei, lapor media pada Sabtu (28 Desember).
Jalur baru ini juga akan terhubung ke dua proyek lain yang sedang dipersiapkan, yaitu Jalur Xidong antara Distrik Xizhi di New Taipei dan Stasiun Donghu di Distrik Neihu, Taipei, serta MRT Kota Keelung. Jalur baru ini akan mencakup delapan stasiun bawah tanah dan satu stasiun layang sepanjang 11,02 kilometer, dilansir dari CNA.
Jalur Minsheng akan memungkinkan penumpang bepergian langsung dari Keelung melalui Xizhi dan Distrik Nangang di Taipei hingga ke kawasan Dadaocheng di sisi barat ibu kota. Sistem ini juga akan mencakup depot MRT di kawasan Badu, Keelung.
Biro MRT New Taipei mengatakan bahwa pihaknya telah menyerahkan rencana umum proyek ini kepada Kementerian Transportasi pada bulan April. Setelah melalui tinjauan dan konsultasi oleh kementerian, Pemerintah Kota New Taipei kembali mengusulkan ide tersebut kepada pemerintah pusat pada Jumat minggu ini.
Pengerjaan Jalur MRT Xidong diperkirakan akan dimulai pada tahun 2025 dan diperkirakan selesai pada 2032.
(foto: dorts.gov.taipei)
Taiwan Tetapkan Rute Perpanjangan Jalur Kereta Cepat ke Selatan
Perpanjangan jalur kereta cepat Taiwan High Speed Rail (THSR) ke Pingtung akan melewati Stasiun Kereta Kaohsiung, ujar Perdana Menteri Cho Jung-tai (卓榮泰) beberapa waktu lalu.
Rute sepanjang 40 kilometer antara Stasiun Zuoying dan Kota Pingtung ini diharapkan dapat mendorong perkembangan ekonomi di kawasan tersebut, tambahnya. Beberapa rute sempat dipertimbangkan, dengan memperhatikan gangguan akibat pekerjaan konstruksi serta potensi bahaya dari pabrik kimia di sekitarnya.
Cho menyatakan bahwa rute yang dipilih akan meminimalkan dampak terhadap lalu lintas dan lingkungan, sekaligus mendukung penghijauan di kawasan tersebut. Bersamaan dengan pembangunan jalur ini, wilayah tersebut diharapkan berkembang menjadi "Silicon Valley baru," dilansir dari laporan Liberty Times.
Jalur sepanjang 28,8 kilometer ini akan mengikuti rute asli TRA, masuk ke rel bawah tanah hingga Stasiun Kaohsiung, lalu melanjutkan perjalanan ke timur menuju Liukuaicuo di Pingtung. Anggaran proyek ini diperkirakan mencapai NT$121,7 miliar pada tahun 2018.
Cho mengumumkan keputusan memilih rute Kaohsiung dalam pembukaan gedung baru di Stasiun Kaohsiung. Jalur THSR mulai beroperasi pada tahun 2007 antara Taipei dan Zuoying, dengan perpanjangan yang telah disetujui di utara antara Stasiun Nangang Taipei dan Yilan, serta di selatan antara Stasiun Zuoying dan Pingtung.
(foto: CNA)
Survei: Sepertiga perusahaan Taiwan berencana tambah karyawan awal tahun ini
Sekitar sepertiga perusahaan di Taiwan berencana menambah jumlah karyawan pada kuartal pertama tahun depan, menurut survei yang dilakukan oleh ManpowerGroup, sebuah perusahaan konsultasi sumber daya manusia.
Hasil survei dari 645 perusahaan menunjukkan 33 persen dari mereka berniat merekrut lebih banyak pekerja. Sementara itu, 17 persen memperkirakan akan mengurangi jumlah karyawan, dan 48 persen menyatakan rencana perekrutan tidak berubah dibandingkan tahun ini.
Setelah penyesuaian musiman, indeks prospek perekrutan bersih Taiwan secara keseluruhan untuk Januari hingga Maret 2025 berada di angka 17 persen, naik dari 16 persen di kuartal sebelumnya tetapi turun dari 19 persen pada periode yang sama tahun 2024.
Sektor transportasi/logistik/otomotif menunjukkan prospek perekrutan terkuat pada kuartal pertama 2025, dengan indeks mencapai 48 persen, naik tajam dari 22 persen di kuartal sebelumnya.
ManpowerGroup mengatakan bahwa kekurangan pengemudi menjadi salah satu alasan utama lonjakan ini, terutama di tengah meningkatnya volume penumpang dan kargo di Bandara Internasional Taoyuan, serta rencana rekrutmen untuk terminal ketiga yang akan beroperasi pada 2027.
Sektor keuangan/asuransi/properti berada di peringkat kedua dengan indeks 31 persen, sedikit turun dari 32 persen pada kuartal sebelumnya.
ManpowerGroup mengatakan bahwa dengan pertumbuhan FinTech yang cepat di negara tersebut dan upaya pemerintah untuk menjadikan Taiwan sebagai pusat manajemen aset di Asia, permintaan untuk ahli dalam bidang akuntansi, hukum, manajemen bisnis, dan teknik elektro tetap tinggi.
Sebaliknya, sektor energi dan utilitas mencatat prospek terendah, dengan indeks turun drastis ke minus 48 persen dari 30 persen di kuartal sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan tarif kendaraan listrik (EV) di AS, turunnya harga minyak mentah, serta ketidakpastian kebijakan energi nuklir di Taiwan, yang berdampak negatif pada investasi energi terbarukan seperti komponen EV dan baterai, menurut survei tersebut.
Di Asia Pasifik, Taiwan berada di posisi keempat dalam indeks prospek perekrutan, di bawah India (40 persen), Tiongkok (29 persen), dan Singapura (25 persen). Hong Kong menempati posisi terendah dengan 6 persen.
Di antara 42 ekonomi yang disurvei di seluruh dunia, ManpowerGroup mengatakan sebanyak 41 mengalami peningkatan perekrutan pada kuartal pertama, sementara hanya satu yang diperkirakan akan mengurangi jumlah pekerja.
Lai Yih Footwear Gelontorkan 100 Juta Dolar AS untuk Bangun Pabrik Ketiga di Indonesia, Siap Produksi 10 Juta Pasang Sepatu pada 2026
Lai Yih Footwear hari ini mengumumkan bahwa dewan direksi telah menyetujui investasi sebesar 100 juta dolar AS untuk membeli lahan seluas 8,7 hektar di Kawasan Industri BIP, Indonesia. Investasi ini akan digunakan untuk membangun pabrik ketiga bernama "Yih You," yang direncanakan mulai beroperasi secara bertahap pada 2026. Pabrik ini diharapkan memiliki kapasitas produksi tahunan hingga 10 juta pasang sepatu, guna memenuhi permintaan pesanan adidas yang terus meningkat.
Setelah Olimpiade Paris, permintaan sepatu olahraga diperkirakan tetap tinggi, terutama menjelang Piala Dunia Sepak Bola 2026. Pesanan dari merek-merek sepatu olahraga seperti Adidas dan HOKA terus menunjukkan tren positif. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Lai Yih Footwear telah mengambil keputusan melalui anak perusahaannya, Laiyi Industrial, untuk ikut serta dalam peningkatan modal (penambahan investasi) pada perusahaan cucunya di Indonesia, yaitu Yiyou (亿宥).
Saat ini, investasi pabrik Yifu memiliki kapasitas tahunan 20 juta pasang sepatu, dan pabrik Yih Quan juga berkapasitas 20 juta pasang. Dengan penambahan kapasitas hingga 50 juta pasang sepatu, total kapasitas produksi yang semula 74 juta pasang akan meningkat menjadi 124 juta pasang, mencatat kenaikan hingga 67%. Pabrik Yifu, yang membutuhkan lahan lebih luas, saat ini masih dalam tahap integrasi, sementara pabrik Yiquan sudah mulai produksi tahun ini. Pabrik baru Yiyou direncanakan mulai produksi pada 2026.
Lai Yih Footwear menjelaskan bahwa saat ini Vietnam memiliki lima pabrik yang menyumbang 90% dari total kapasitas produksi perusahaan. Setelah pabrik di Indonesia mulai berproduksi, kapasitas pabrik di Vietnam akan secara bertahap dikurangi. Jalur produksi baru pertama telah mulai beroperasi pada Mei tahun ini dengan tambahan produksi sebesar 5 juta pasang. Dalam tiga tahun, kapasitas produksi tahunan diperkirakan mencapai 20 juta pasang, dan jalur produksi kedua yang akan beroperasi dalam lima tahun diharapkan menambah kapasitas 20 juta pasang lagi, sehingga total produksi tahunan mencapai 40 juta pasang.
Menurut laporan keuangan terbaru Adidas untuk kuartal ketiga, produk alas kaki mencatat pertumbuhan tahunan sebesar 14%, dengan kategori seperti ORIGINALS dan BASKETBALL tumbuh hingga 20%. Lai Yih Footwear sebagai pemasok utama seri ini terus diuntungkan oleh permintaan pesanan. Ke depan, Adidas akan mengembangkan strategi yang menggabungkan olahraga dan tren mode, yang diharapkan memicu gelombang permintaan baru.
(foto; Lai Yih Footwear/ TVBS)
Visa Digital Nomad Resmi Diberlakukan, Taiwan Tarik Talenta Muda Global untuk Menetap
Untuk menarik talenta dari seluruh dunia ke Taiwan, Dewan Pembangunan Nasional (NDC) meluncurkan Visa Digital Nomad yang mulai berlaku pada Januari 2025. Pandemi mempercepat perkembangan digital, membuat kerja dari rumah (work from home) semakin populer. Dalam beberapa tahun terakhir, muncul fenomena "Digital Nomad" (Nomaden Digital) secara global, yang kini menjadi target utama pencarian talenta oleh NDC.
Ketua NDC, Liu Jing-qing, sebelumnya menyampaikan bahwa secara global terdapat sekitar 35 juta digital nomad. Dengan pelonggaran peraturan terkait, diharapkan mereka dapat bekerja jarak jauh dari Taiwan. Langkah pertama adalah meningkatkan pariwisata dan konsumsi. Jika mereka menyukai Taiwan, diharapkan dari setiap 10.000 orang yang datang, setidaknya 1.000 orang akan memutuskan untuk menetap.
Dengan pertimbangan tersebut, setelah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, NDC memperkenalkan Visa Digital Nomad. Masa berlaku visa ini adalah 3+3 bulan, tanpa perlu meninggalkan Taiwan, sehingga mereka bisa tinggal di Taiwan hingga enam bulan.
Syarat Pengajuan Visa Digital Nomad
Berdasarkan pedoman "Poin Prosedur Peninjauan Kelayakan Visa Digital Nomad untuk Warga Asing di Taiwan," warga negara asing yang mendapatkan pembebasan visa, bekerja secara digital dengan sistem kerja jarak jauh, dan tidak memberikan layanan kepada perusahaan atau pemberi kerja di Taiwan, dapat mengajukan visa ini jika memenuhi salah satu dari tiga syarat berikut:
- Pernah menerima visa digital nomad dari negara lain dan dapat memberikan bukti.
- Berusia 30 tahun ke atas dengan pendapatan tahunan minimal 40.000 dolar AS (sekitar 1,31 juta NT) dalam salah satu tahun dari dua tahun terakhir.
- Berusia 20-30 tahun dengan pendapatan tahunan minimal 20.000 dolar AS (sekitar 650 ribu NT) dalam salah satu tahun dari dua tahun terakhir.
Untuk pengajuan, pemohon harus melampirkan dokumen-dokumen pendukung yang membuktikan pekerjaan digital jarak jauh, formulir aplikasi visa, paspor asing dengan masa berlaku minimal enam bulan, dan dokumen lain yang diperlukan. Aplikasi dapat diajukan melalui Kementerian Luar Negeri atau kantor perwakilan Taiwan di luar negeri. Informasi lebih lanjut dapat diakses di situs web "Panduan Aplikasi Visa Digital Nomad untuk Warga Asing."
Tainan: Kota Pertama yang Ramah untuk Digital Nomad
Saat ini, NDC tengah bekerja sama dengan pemerintah daerah. Pada Desember lalu, diumumkan bahwa Kota Tainan menjadi kota pertama di Taiwan yang menyambut talenta digital nomad.
Tainan dipilih sebagai kota percontohan kebijakan digital nomad karena keunikannya sebagai kota tertua di Taiwan yang memadukan budaya Timur dan Barat. Dikenal sebagai "Kota Kuliner," Tainan menawarkan beragam makanan lokal, seperti jajanan tradisional, serta berbagai destinasi budaya dan alam, seperti Kuil Konfusius, Benteng Anping, dan Terowongan Hijau Sicao. Kota ini juga memiliki infrastruktur kota pintar yang memadai, memungkinkan para digital nomad menikmati suasana lokal sembari bekerja.
Taitung: Destinasi Berikutnya untuk Digital Nomad
Selain Tainan, Taitung juga diproyeksikan menjadi kota kerja sama digital nomad berikutnya. Taitung terkenal dengan garis pantainya yang biru menawan serta kondisi ideal untuk berselancar, yang telah menarik banyak wisatawan asing. NDC menyebut bahwa daya tarik alam Taitung akan memberikan pengalaman unik bagi para digital nomad yang memilih untuk tinggal dan bekerja di sana.
(foto: Canva)
Kisah Inspiratif Lu Zhen-yu: Montir yang Jago Main Biola
Lu Zhen-yu adalah sosok pria berusia 72 tahun yang dikenal karena kehidupannya yang penuh dengan kontradiksi menarik. Siapa sangka seorang montir bertangan kasar dan berpenampilan sederhana, mengenakan kaos singlet dan sandal jepit, mampu mengubah sudut jalan di Taichung menjadi panggung musik klasik yang memikat hati siapa saja yang mendengarnya.
Awal Cinta pada Musik
Lahir di sebuah keluarga petani di Yunlin, Lu tumbuh membantu orang tuanya bertani. Di tengah kerasnya kehidupan, radio menjadi satu-satunya hiburan. Suatu hari, ia mendengar waltz karya Johann Strauss dan langsung jatuh cinta pada musik klasik. Namun, karena kondisi ekonomi keluarganya yang sulit, ia tidak punya kesempatan belajar musik.
Dewasa, Lu bekerja sebagai montir memperbaiki generator dan motor. Meskipun sibuk, kecintaannya pada musik tidak pernah padam. Saat kariernya berkembang, ia mulai menjauh dari gaya hidup sosial yang sering kali mengarah pada kebiasaan buruk seperti berjudi dan minum alkohol. Dalam pencariannya untuk kehidupan yang lebih bermakna, ia memutuskan mengejar mimpinya yang telah lama tertunda: musik klasik.
Perjalanan Belajar Biola
Pada usia 32 tahun, Lu memulai perjalanan musiknya. Dalam sebuah perjalanan ke Jerman, ia membeli biola pertamanya seharga 8.000 dolar AS. Namun, saat mencoba memainkannya, ia tidak bisa menghasilkan suara apa pun. Setelah bertanya ke toko musik, ia ditertawakan karena tidak tahu harus mengoleskan rosin (getah khusus) pada senar.
Meski diejek, Lu tidak menyerah. Ia mencari guru biola, meskipun banyak yang menolak mengajarnya karena usianya. Namun, ia bersikeras:
"Ajari saya seperti mengajar anak kecil. Jika saya tidak patuh, Anda boleh memarahi saya."
Ia mulai berlatih setiap hari setelah pulang kerja. Setelah berbulan-bulan, ia berhasil memainkan lagu sederhana seperti "Little Bee”. Momen ini menjadi tonggak kebanggaannya.
Melawan Stigma dan Belajar Bahasa
Perjuangan Lu tidak hanya terbatas pada musik. Ia sering menghadapi stigma karena penampilannya. Suatu kali, ia pergi ke toko alat musik untuk membeli piano untuk anak-anaknya. Namun, karena tangan dan pakaiannya yang kotor, ia dipandang rendah oleh pegawai toko yang meminta agar ia tidak menyentuh piano. Sebagai balasan, Lu memainkan "Für Elise" di tempat, lalu pergi meninggalkan toko dengan penuh percaya diri.
Lu juga belajar berbagai bahasa seperti Inggris, Jerman, dan Thailand. Ia menggunakan keberaniannya untuk berinteraksi dengan orang asing, bahkan di bar-bar di Thailand tempat ia membuka bisnis. Filosofinya adalah:
"Orang lain mungkin belajar sekali langsung paham, tapi saya bisa belajar dua, tiga kali hingga akhirnya bisa!"
Dari Jalanan Hingga CNN
Tahun 2002, kehidupan Lu berubah ketika ia sedang memainkan biola di sudut jalan seperti biasanya. Beberapa jurnalis asing dari CNN yang sedang memotret tertarik oleh musiknya. Mereka mendokumentasikan penampilannya, tanpa Lu menyadari bahwa ia sedang direkam oleh media internasional. Beberapa hari kemudian, ia mendapat kabar dari saudara perempuannya di Kanada bahwa ia telah tampil di CNN, memainkan lagu "My Way."
Puncak Karier: Tampil di Arena
Pada tahun 2015, Lu diundang oleh sebuah yayasan sosial untuk tampil di Taipei Arena, salah satu panggung paling bergengsi di Taiwan. Meski gugup menghadapi ribuan penonton, ia berhasil menyelesaikan penampilannya dengan dukungan keluarganya.
Pesan Hidup
Lu Zhen-yu adalah simbol bahwa belajar tidak pernah mengenal usia. Ia percaya bahwa setiap orang memiliki nilai dan kemampuan unik, terlepas dari profesi atau penampilan mereka. Menurutnya:
"Siapa bilang montir harus minum, berjudi, atau merokok? Saya bisa membuat diri saya berbeda!"
Ia terus memainkan biolanya di jalanan, menyebarkan keindahan musik klasik kepada siapa saja yang melintas. Bagi Lu, musik adalah cara untuk melampaui batasan dan menunjukkan bahwa mimpi bisa diwujudkan kapan saja, asalkan berani memulai dan pantang menyerah.
(foto:https://www.businesstoday.com.tw)