(Taiwan, ROC) --- Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) baru-baru ini merilis "Laporan Risiko Global 2024" (Global Risks Report 2024), di mana "informasi dan berita palsu" serta "kejadian iklim ekstrem" dianggap sebagai risiko global utama untuk 2 tahun dan 10 tahun ke depan.
Tahun 2024 adalah tahun pemilu di seluruh dunia, dengan puluhan negara dan hampir separuh populasi dunia akan berpartisipasi dalam pemilihan presiden. Menurut laporan terbaru dari World Economic Forum, informasi dan berita palsu menjadi sumber risiko terbesar yang dihadapi dunia selama 2 tahun ke depan. Sedangkan dalam 10 tahun mendatang, krisis iklim yang semakin parah dan krisis ekologi akan menjadi ancaman terbesar bagi umat manusia.
2024 merupakan tahun pemilu besar secara global, dengan 76 negara yang menyelenggarakan pesta demokrasi. Selain Bangladesh, Bhutan, dan Taiwan yang telah menyelesaikan pemilu pada Januari, negara demokrasi terbesar di dunia, India, serta dua negara Muslim besar, Indonesia dan Pakistan, juga akan mengadakan pemilu.
Parlemen Eropa dijadwalkan untuk pemilihan ulang pada bulan Juni, sedangkan Rusia akan mengadakan pemilihan presiden pada bulan Maret, dengan presiden saat ini Vladimir Putin diperkirakan akan terpilih kembali.
Namun, di antara semua pemilu ini, yang paling menarik perhatian adalah pemilihan presiden Amerika Serikat pada bulan November. Mantan presiden Donald Trump, yang memimpin dalam jajak pendapat pemilihan pendahuluan Partai Republik, kemungkinan akan bersaing kembali dengan presiden saat ini Joe Biden, mengulangi drama pemilu tahun 2020.
Era AI dan Misinformasi sebagai Risiko Utama
Setiap kali pemilu tiba, masalah penyebaran informasi palsu menjadi kian serius. Dalam "Laporan Risiko Global 2024" yang baru-baru ini diterbitkan oleh Forum Ekonomi Dunia, "informasi palsu dan salah" diidentifikasi sebagai sumber risiko terbesar dalam dua tahun ke depan.
Ini merupakan kali pertama dalam hampir 20 tahun sejak laporan tersebut diterbitkan, yang menuliskan bahwa informasi palsu dan salah menjadi risiko utama. Laporan ini melibatkan survei hampir 1.500 pakar risiko, pemimpin pemerintahan, dan pebisnis.
Selain itu, munculnya bot percakapan berbasis AI ChatGPT yang dikembangkan oleh OpenAI pada tahun 2023 menimbulkan kekaguman warga dunia. Namun demikian, kekhawatiran akan risiko yang dibawanya juga tidak sedikit.
Laporan tersebut menyatakan bahwa kemunculan mendadak ChatGPT dan model AI lainnya mempermudah penyebaran informasi palsu, yang dapat digunakan untuk memanipulasi opini publik dan mempengaruhi suara pemilih.
Misinformasi Pengaruhi Pemilu, Berpotensi Timbulkan Gejolak Sosial dan Polaritas
Carolina Klint, Chief Commercial Officer dari Willis Towers Watson Eropa, yang berkontribusi dalam pembuatan laporan tersebut, menunjukkan bahwa dampak informasi palsu terhadap pemilu dapat menyebabkan lebih banyak gejolak sosial dan polarisasi.
Carolina Klint mengatakan, "Dampak terhadap pemilu di seluruh dunia dalam dua tahun ke depan akan sangat signifikan, yang bisa menimbulkan keraguan atas legitimasi pemerintahan terpilih. Ini tentu saja dapat mengancam proses demokrasi dan menyebabkan polarisasi sosial lebih lanjut, seperti kerusuhan, pemogokan, bahkan kekerasan dalam negeri."
AI Bagai Pedang Bermata Dua: Meningkatkan Serangan dan Pertahanan
Namun, Carolina Klint juga menekankan bahwa AI bagai pedang bermata dua. AI bisa menciptakan malware yang lebih canggih, melakukan penipuan dengan menyamar sebagai orang lain, dan data poisoning yang digunakan untuk melatih AI bisa membawa konsekuensi yang serius.
Di sisi lain, AI juga dapat digunakan untuk menghadapi serangan siber, serta mengotomatiskan banyak proses keamanan, dan mendeteksi atau memperbaiki celah keamanan yang mungkin diabaikan oleh manusia.
Setelah Menciptakan Tahun Terpanas dalam Sejarah, Musim Dingin di Beberapa Negara Pecahkan Rekor
Selain kekaguman terhadap inovasi AI, tahun 2023 juga merupakan tahun terpanas dalam sejarah global, dengan gelombang panas, kebakaran hutan, banjir, dan kekeringan yang terjadi di berbagai belahan dunia.
Meskipun saat ini belahan bumi utara sedang mengalami musim dingin, tetapi serangan cuaca ekstrem tidak berhenti. Di beberapa wilayah di Eropa, Amerika Utara, dan Asia, musim dingin kali ini membuat banyak wilayah mencatat suhu terendah dalam sejarah. Di Beijing, suhu di bawah titik beku pada Desember tahun lalu memecahkan rekor terpanjang dalam lebih dari 70 tahun.
Fokus pada Isu Lingkungan dalam Risiko Global 10 Tahun Mendatang
Fenomena cuaca ekstrem menjadi risiko global nomor dua untuk dua tahun mendatang menurut World Economic Forum. Jika melihat lebih jauh ke depan, empat risiko terbesar dunia dalam dekade berikutnya semuanya terkait dengan lingkungan, termasuk peristiwa cuaca ekstrem, perubahan besar dalam sistem bumi, kehilangan biodiversitas, dan kekurangan sumber daya alam.
Hal ini berarti, menghindari krisis iklim yang membawa dampak tak tergantikan bagi dunia akan menjadi tugas terpenting bagi negara-negara di seluruh dunia untuk beberapa dekade mendatang.
KTT Iklim Capai Kesepakatan Bersejarah, Hasil Masih Menunggu Konfirmasi
Pada bulan Desember 2023, di Konferensi Perubahan Iklim PBB yang diadakan di Dubai, lebih dari 200 negara di dunia mencapai hasil bersejarah dengan sepakat untuk "transisi dari semua bahan bakar fosil".
Namun, pentingnya pelaksanaan penuh dari janji yang dibuat pada KTT Iklim sangat krusial, terutama dalam upaya global melawan perubahan iklim. Kepala European Union's Climate Monitoring Service, Carlo Buontempo, memperingatkan bahwa tanpa usaha lebih dari negara-negara di dunia, suhu yang memecahkan rekor pada tahun 2023 hanya akan terlampaui lagi di tahun-tahun mendatang.
Carlo Buontempo mengatakan, "Kecuali kita bisa stabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dengan cepat. Kita tidak bisa mengharapkan hasil yang berbeda dari apa yang kita lihat beberapa bulan terakhir. Sebaliknya, berdasarkan lintasan saat ini untuk beberapa tahun mendatang, tahun 2023 yang memecahkan rekor yang mungkin malah akan diingat sebagai tahun yang sejuk."