close
RTISISegera unduh Aplikasi ini
Mulai
:::

Larangan TikTok di AS: Tiongkok Merasakan Kepahitan dari Pemblokiran

  • 15 March, 2024
Perspektif
Larangan TikTok di AS: Tiongkok Merasakan Kepahitan dari Pemblokiran

(Taiwan, ROC) --- Pada tanggal 13 Maret 2024, Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat mengesahkan sebuah rancangan undang-undang yang menuntut platform video pendek TikTok untuk sepenuhnya memisahkan diri dari perusahaan induknya di Tiongkok, ByteDance, atau akan menghadapi ancaman pelarangan operasinya.

Hal ini menandai persaingan yang semakin intens antara AS dengan Tiongkok dalam geopolitik dan kontrol ruang opini baru.

DPR AS mengesahkan rancangan undang-undang tersebut dengan suara mayoritas besar, menuntut perusahaan Tiongkok ByteDance untuk menarik investasinya dari TikTok, jika tidak, TikTok akan dilarang beroperasi di Amerika Serikat.

Setelah produk teknologi Amerika Serikat seperti Google dan Facebook diblokir di Tiongkok selama lebih dari satu dekade, maka platform media sosial Tiongkok kini juga menghadapi risiko serupa di negara lain.

Rancangan Undang-Undang ini disahkan oleh DPR AS dengan suara 352 banding 65 pada 13 Maret 2024. Jika RUU ini kemudian disetujui oleh Senat dan ditandatangani oleh Presiden Joe Biden menjadi undang-undang, maka TikTok harus memisahkan diri dari ByteDance dalam waktu 165 hari, jika tidak, toko aplikasi Apple, Google, dan platform lainnya tidak akan dapat secara legal menawarkan TikTok, atau dengan kata lain dilarang beroperasi di Amerika Serikat.

Pejabat dan anggota kongres AS telah lama khawatir tentang risiko keamanan nasional yang ditimbulkan oleh TikTok. Mereka cemas bahwa platform ini dapat membagikan data pengguna kepada pemerintah Tiongkok, atau memanipulasi konten yang ditampilkan di dalam platform.

Pengesahan RUU di DPR ini dengan cepat mencerminkan bahwa banyak politisi di tahun pemilu AS tidak ingin dilihat lemah terhadap Tiongkok.

Tidak hanya TikTok, pejabat bipartisan juga telah mengeluarkan peringatan tentang masalah keamanan yang berkaitan dengan mobil terkoneksi internet, chip kecerdasan buatan canggih, dan bidang lainnya.

 

Larangan TikTok, Sudah Ada Preseden di Negara Lain

Sebenarnya, pelarangan TikTok dengan alasan keamanan nasional sudah memiliki preseden di negara lain. India, yang memiliki sengketa perbatasan dengan Tiongkok, telah melarang TikTok dan puluhan aplikasi yang dikembangkan oleh Tiongkok sejak Juni 2020, dengan klaim bahwa aplikasi-aplikasi tersebut mengancam keamanan nasional dan integritas kedaulatan.

Pemerintah Nepal juga melarang TikTok pada November 2023 dengan alasan mengganggu keharmonisan sosial.

Negara-negara termasuk Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Selandia Baru, saat ini sudah melarang penggunaan TikTok di perangkat milik pemerintah federal.

Netizen Menyindir Tiongkok Mengalami Balasan

Setelah pemungutan suara di DPR AS, pada tanggal 14 Maret 2024, Kementerian Perdagangan Tiongkok menyatakan ketidakpuasannya, menyerukan AS untuk benar-benar menghormati prinsip ekonomi pasar dan persaingan yang adil, serta berhenti menekan perusahaan asing secara tidak rasional.

Kementerian Perdagangan juga bersumpah untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk dengan tegas mempertahankan hak dan kepentingan sah mereka.

RUU TikTok kali ini juga memicu diskusi hangat di Weibo, dengan beberapa pengguna mengkritik rancangan undang-undang itu karena dianggap mengganggu ekonomi perusahaan, karena Amerika Serikat secara konsisten menganjurkan nilai-nilai ekonomi pasar bebas.

Namun, ada juga yang menyindir bahwa Tiongkok jauh lebih maju dalam memblokir media berita asing daripada Amerika Serikat.

Media sosial termasuk Google, YouTube, X (sebelumnya Twitter), Instagram, dan Facebook, telah diblokir oleh pemerintah Tiongkok beberapa tahun yang lalu karena menolak untuk mengumpulkan data pengguna dan menyensor konten.

Brock Silvers, Manajer Umum Kaiyuan Capital di Hong Kong, mengatakan, "Rancangan Undang-Undang TikTok jelas bisa menjadi undang-undang, dan ketidakpuasan Tiongkok ini juga sangat ironis, apalagi kalau ditelisik dari posisi Tiongkok terhadap aplikasi sosial media Amerika Serikat."

 

Beijing Menentang Penjualan, Teknologi Algoritma Jadi Kunci

Pada Agustus 2020, pemerintahan Donald Trump sempat mencoba memaksa penjualan TikTok, meskipun upaya tersebut akhirnya tidak berhasil, tetapi tuntutan untuk mengatur TikTok tidak pernah hilang.

Beijing tahun lalu telah menyatakan penentangan keras mereka terhadap penjualan TikTok, dan setiap penjualan atau pemisahan akan melibatkan ekspor teknologi, yang harus mendapat persetujuan dari Kementerian Perdagangan Tiongkok.

TikTok menggunakan algoritma untuk memberikan rekomendasi personalisasi berdasarkan perilaku pengguna, dan teknologi ini juga dianggap sebagai salah satu kunci popularitas TikTok.

Profesor Winston Ma di Fakultas Hukum Universitas New York, mengatakan, "Permata mahkota TikTok, yaitu algoritma kecerdasan buatannya, akan membuat perusahaan ini terjerat dalam pertarungan hukum yang panjang."

Dia menambahkan, karena "ByteDance" berada di bawah yurisdiksi hukum Tiongkok, maka perusahaan tersebut perlu mencari persetujuan Beijing sebelum menjual teknologi canggih.

 

Amerika Serikat Dapat Memperluas Pengaturan, Meningkatkan Persaingan Teknologi AS-Tiongkok

Di sisi lain, Brock Silvers dari Kaiyuan Capital di Hong Kong berpendapat, karena AS dan Tiongkok sudah bersaing ketat di bidang teknologi canggih seperti chip dan kecerdasan buatan, maka insiden ini dapat memperburuk hubungan antara keduanya.

Brock Silvers mengatakan,“Seiring dengan terus memburuknya isu teknologi dan perdagangan, maka pasar seharusnya mengantisipasi (Tiongkok) akan mengambil tindakan balasan terhadap perusahaan-perusahaan Amerika.”

Silvers juga menunjukkan bahwa TikTok mungkin mencari “solusi tengah” untuk mencoba memenuhi persyaratan kepemilikan AS, tetapi saat ini masih belum jelas apakah kekhawatiran AS dapat diredakan dengan perubahan di permukaan.

Beberapa ahli juga menunjukkan bahwa jika TikTok akhirnya dilarang, maka aplikasi Tiongkok lainnya yang beroperasi di AS juga mungkin terpengaruh.

Alex Capri, peneliti di Hinrich Foundation, mengatakan, "Insiden terbaru dengan TikTok menyoroti kebutuhan AS untuk kerangka pengaturan yang lebih kuat dan efektif untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh perusahaan teknologi besar secara umum."

Aplikasi Tiongkok yang populer di toko aplikasi AS termasuk retailer diskon Temu dan Shein, serta aplikasi pengeditan video pendek Capcut yang juga merupakan bagian dari “ByteDance”.

Craig Singleton, seorang pakar Tiongkok di Foundation for Defense of Democracies di Washington, mengatakan, “Legislasi ini menandai momen kritis dalam perjuangan berkelanjutan untuk ruang opini baru dan memperdalam persaingan geopolitik antara Tiongkok dan Amerika Serikat.”

Penyiar

Komentar