close
RTISISegera unduh Aplikasi ini
Mulai
:::

Memimpin Dunia dalam Kesetaraan Gender, Wanita Islandia Mogok Kerja Demi Kesetaraan Penuh

  • 17 November, 2023
Perspektif
Memimpin Dunia dalam Kesetaraan Gender, Wanita Islandia Mogok Kerja Demi Kesetaraan Penuh

(Taiwan, ROC) --- Islandia, yang selama ini terkenal sebagai salah satu negara yang mendorong kesetaraan gender, baru-baru ini mengadakan aksi mogok kerja di mana lebih dari 100.000 wanita menghentikan pekerjaan mereka selama sehari, dengan harapan dapat terus memperbaiki kesenjangan gaji dan masalah kekerasan terhadap kaum wanita di negara Nordik ini.

Pada 24 Oktober 2023 kemarin, Islandia menginisiasi aksi mogok kerja selama 24 jam, di mana ribuan wanita, baik yang bekerja dengan upah maupun yang melakukan pekerjaan rumah tanpa upah, meninggalkan posisi pekerjaan mereka untuk mendesak perjuangan lebih lanjut dalam melawan ketidak-setaraan gender di negara Nordik tersebut.

 

Lebih dari 100.000 Wanita Islandia Mogok Kerja

Diperkirakan lebih dari 100.000 wanita dan gender nonbiner di Islandia ikut serta dalam aksi mogok ini, angka ini mewakili lebih dari seperempat total populasi 370.000 di Islandia.

Aksi ini kemudian menyebabkan beberapa sekolah dan perpustakaan di Islandia terpaksa tutup atau mengakhiri operasional lebih awal. Pada hari tersebut, hanya satu bank di seluruh negara yang buka, dan fasilitas kesehatan di ibu kota Reykjavík hanya menyediakan layanan gawat darurat, karena banyaknya staf wanita yang ikut mogok.

Perdana Menteri Islandia, Katrín Jakobsdóttir, juga merespons aksi mogok dengan mengumumkan bahwa dia akan menghentikan pekerjaannya selama sehari. Lebih dari dua pertiga staf wanita di kantor Perdana Menteri Islandia juga turut serta dalam aksi mogok ini. PM Jakobsdóttir juga menunda sebuah pertemuan kabinet yang dijadwalkan berlangsung pada hari itu.

 

Aksi Mogok Wanita Mengubah Peta Politik Gender di Islandia

Ini bukan kali pertama wanita di Islandia mengadakan mogok kerja. Sejak aksi "Women's Day Off" pertama kali diadakan pada tahun 1975, Islandia telah menginisiasi tujuh kali mogok. Tidak hanya mencatat jumlah partisipan terbanyak sepanjang masa, tetapi aksi tahun ini juga merupakan mogok penuh selama satu hari pertama setelah 48 tahun.

Aksi mogok kerja dari kaum wanita Islandia, pertama kali digelar pada tahun 1975, yang mana memiliki posisi penting dalam sejarah negara tersebut, di mana 90% wanita Islandia meninggalkan pekerjaan mereka, baik di tempat kerja maupun di rumah, untuk memperjuangkan hak-hak wanita.

Aksi ini kemudian membawa perubahan besar dalam politik Islandia. Negara tersebut mengesahkan undang-undang kesetaraan gender pada tahun berikutnya, dan lima tahun kemudian, memilih Vigdís Finnbogadóttir sebagai presiden wanita pertama yang terpilih oleh rakyat di dunia.

Islandia mengadopsi sistem pemerintahan kabinet, dengan presiden sebagai kepala negara seremonial.

Islandia juga kemudian memilih Johanna Sigurdardottir sebagai perdana menteri wanita pertama pada tahun 2010, yang juga menjadi pemimpin terbuka lesbian pertama di dunia.

 

Islandia Memimpin Dunia dalam Penerapan Kesetaraan Gender

Selama beberapa dekade terakhir, Islandia telah berkomitmen penuh untuk memperbaiki ketidak-setaraan gender, dan kemajuan mereka dalam mencapai kesetaraan gender juga berada di urutan terdepan dunia.

Berdasarkan "Laporan Kesenjangan Gender Global 2023" (Global Gender Gap Report 2023) dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum), Islandia telah berturut-turut selama 14 tahun dinobatkan sebagai negara dengan kesetaraan gender terbaik di dunia, dan merupakan satu-satunya negara yang telah menutup lebih dari 90% kesenjangan gender.

Namun demikian, wanita Islandia berpendapat bahwa masih ada ruang yang sangat besar untuk usaha dalam mencapai kesetaraan gender yang lebih sempurna.

 

Kesenjangan Gaji dan Masalah Kekerasan Seksual

Puluhan tahun yang lalu, Islandia telah merumuskan regulasi upah dan pekerjaan yang setara, tetapi pemasukan yang diperoleh wanita masih tertinggal dari pria. Berdasarkan data dari Biro Statistik Islandia, kesenjangan upah berdasarkan gender di Islandia pada tahun 2021 adalah 10,2%, tetapi di industri keuangan dan asuransi, kesenjangan tersebut melonjak hingga 29,7%.

Pekerjaan yang kurang dihargai dan berupah rendah, seperti guru atau perawatan kesehatan, masih sebagian besar dilakoni oleh wanita.

Selain itu, budaya "maskulinitas toksik" masih ada di Islandia. Lebih dari 40% wanita Islandia telah mengalami kekerasan dikarenakan gender mereka. Sebuah penelitian yang dilakukan Universitas Islandia pada tahun 2018 menunjukkan bahwa satu dari empat wanita Islandia telah mengalami pemerkosaan atau pelecehan seksual, dan sebagian besar kasus yang dilaporkan tidak pernah mencapai tahap persidangan.

 

Mencapai Kesetaraan Penuh 2030

Pada hari aksi pemogokan, Perdana Menteri Katrín Jakobsdóttir, mengutip perkiraan PBB yang menunjukkan bahwa perempuan di seluruh dunia akan membutuhkan waktu 300 tahun untuk mencapai kesetaraan gender penuh, yang menurutnya tidak dapat diterima.

Kepada media The Guardian, PM Jakobsdóttir mengatakan, "Kemajuan dunia dalam kesetaraan gender berjalan lambat, tetapi Islandia melakukan yang terbaik untuk mengatasi masalah besar ini, mulai dari kesenjangan upah berdasarkan gender hingga kekerasan seksual dan pelecehan seksual."

PM Jakobsdóttir menambahkan, "Impian saya adalah kita akan mencapai hal ini (kesetaraan gender penuh) pada tahun 2030, tetapi saya tahu itu akan membutuhkan banyak usaha."

Penyiar

Komentar