close
RTISISegera unduh Aplikasi ini
Mulai
:::

Konflik Israel – Palestina, Pakar: Pelajaran yang Dapat Dipetik Taiwan

  • 20 October, 2023
Perspektif
Konflik Israel – Palestina, Pakar: Pelajaran yang Dapat Dipetik Taiwan

(Taiwan, ROC) --- Organisasi militan Palestina, Hamas, menyerang Israel. Dan sebagai tanggapan, Israel menyerang kembali dengan pernyataan perang. Di lain pihak, Amerika Serikat menyatakan dukungan penuh kepada sekutunya.

Pada tanggal 13 Oktober 2023, pakar Lin Tai-ho (林泰和) saat diwawancarai mengatakan bahwa dukungan pemerintahan Biden terhadap Israel tidak diragukan lagi. Selain itu, AS pernah menempatkan Taiwan bersama Israel untuk menekankan komitmennya yang teguh.

Dilihat dari situasi yang berkembang saat ini, maka jika terjadi insiden di Selat Taiwan pada masa mendatang, "mungkin Israel dapat menjadi referensi yang dapat dipertimbangkan oleh Taiwan". Selain itu, Taiwan harus belajar dari kenyataan bahwa perpecahan internal di Israel memberikan kesempatan bagi musuh untuk menyerang.

 

Dukungan AS Terhadap Israel, Referensi Bagi Taiwan

Pertama-tama, ada baiknya untuk memahami respons Amerika Serikat setelah konflik Israel-Palestina pecah. Presiden AS Joe Biden menyatakan dukungannya untuk Israel, berjanji akan mengirim lebih banyak amunisi dan peralatan alutsista, serta menyediakan dukungan tambahan.

Kapal induk USS Ford juga telah dipindahkan ke timur Laut Tengah, memperlihatkan dukungannya untuk para sekutu melalui tindakan konkret dan berusaha mencegah situasi di Timur Tengah memburuk.

Profesor Institute for Strategy and International Affairs di Universitas Chung Cheng,  Lin Tai-ho mengatakan, ketika AS menarik pasukannya dari Afghanistan pada tahun 2021, ada keraguan tentang dukungan AS di kala tersebut.

Saat itu, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Sullivan, membantah perbandingan antara Afghanistan dengan Taiwan. Ia menekankan bahwa komitmen AS terhadap sekutu adalah hal yang sakral dan tidak dapat dibantah.

Presiden Joe Biden menyampaikan bahwa ada perbedaan mendasar antara Afghanistan, Taiwan, Korea Selatan, dan NATO. "Jika seseorang menyerang atau mengambil tindakan terhadap sekutu NATO, maka AS akan merespons, sama halnya dengan Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan."

Dari sinilah dapat terlihat respons Amerika Serikat setelah konflik Israel-Palestina pecah. Lin Tai-ho menegaskan bahwa keputusan AS untuk mendukung Israel tidak diragukan lagi, dan pemerintahan Biden yang menyamakan Taiwan dengan Israel dapat memberikan gambaran tentang dukungan AS jika terjadi konflik di Selat Taiwan.

Lin Tai-ho mengatakan, "Karena Biden membandingkan Taiwan dengan Israel, kita dapat memahami dari konteks ini bahwa jika Taiwan menghadapi masalah, mungkin Israel adalah referensi yang dapat kita pertimbangkan."

Namun demikian, Lin Tai-ho menekankan bahwa keamanan negara harus bergantung pada kemandirian dan kemampuan pribadi.

Israel dengan penuh usaha membuat dirinya menjadi negara dengan kekuatan militer yang tangguh. "Jika Anda sendiri tidak memiliki tekad untuk mempertahankan negara, bagaimana orang lain dapat membantu Anda?" Ini adalah prasyarat yang paling penting.

 

Perpecahan Internal Membuka Peluang bagi Musuh, Taiwan Harus Mengambil Pelajaran

Di samping itu, masih ada satu hal lagi yang patut diperhatikan oleh Taiwan, yaitu masalah intelijen dan infiltrasi.

Lin Tai-ho mengatakan, "Setiap serangan pasti memiliki tanda-tandanya, dan kita tidak boleh mengabaikannya."

Ada informasi yang menunjukkan bahwa Mesir memberi peringatan kepada Israel sebelum serangan Hamas, tetapi tidak dihiraukan. Taiwan harus belajar dari ini dan selalu waspada terhadap tanda-tanda serangan.

Lin Tai-ho lebih lanjut menganalisis situasi internal Israel sebelum konflik pecah. Karena reformasi yudisial yang dilakukan oleh pemerintah, maka negara tersebut menghadapi protes dan perpecahan.

"Ini memberikan kesempatan bagi musuh untuk menyerang," kata Lin. Bukankah Taiwan juga dalam kondisi perpecahan? Dia menambahkan, "Tiongkok akan menciptakan perpecahan, jadi kita seharusnya mengalihkan energi perpecahan internal kita untuk meningkatkan pertahanan negara."

Meski demikian, Lin Tai-ho berpendapat bahwa berbeda dengan Israel yang telah melewati masa perang sebanyak enam kali, sedangkan Taiwan kurang memiliki kesempatan untuk memperkuat identitas nasional.

"Ketidaksepakatan identitas nasional di antara para pensiunan jenderal, apalagi rakyat awam adalah hal yang mengkhawatirkan," katanya.

Lin juga menekankan pentingnya mengkomunikasikan informasi dan konsep yang benar, seperti mengganti "Semangat Huangpu" dengan "Semangat Fengshan", untuk mewujudkan lokalisme dan adaptasi militer.

 

Hubungan Israel dengan Arab Saudi Tertunda, Rencana Koridor India-Eropa Terpengaruh

Sementara itu, melihat sikap Tiongkok terhadap pecahnya konflik Israel-Palestina, posisi utama dari Negeri Tirai Bambu adalah memandang kedua pihak sebagai teman dan berharap keduanya bisa hidup damai sesuai dengan solusi dua negara.

Ahli dari wadah pemikir Taiwan, Lai I-chung (賴怡忠), berpendapat bahwa Tiongkok sengaja tidak mengecam Hamas atau menyalahkan Israel untuk memisahkan diri dari Barat.

Lai I-chung mengatakan, "Kita tidak boleh menganggap sikap Tiongkok sebagai usaha untuk tidak menyinggung kedua belah pihak, melainkan sebagai cara untuk memisahkan hubungannya dengan Barat sambil tetap menjaga hubungan dengan Iran."

Aspek lain yang patut diperhatikan adalah upaya normalisasi hubungan antara Israel dengan Arab Saudi. Lai I-chung menunjukkan bahwa konflik ini telah mempengaruhi proses normalisasi. Lebih jauh lagi, ini juga akan  mempengaruhi rencana "Koridor India-Eropa" yang baru saja diumumkan oleh AS dan India.

Lai I-chung menambahkan, "Kecuali jika Israel dapat menyelesaikan konflik dengan Hamas dengan cepat dan Arab Saudi tidak terpaksa berkonflik dengan Hamas, hanya dengan demikian rencana ini bisa kembali berjalan." 

Adapun spekulasi tentang apakah serangan Hamas terkait dengan Tiongkok, Lai I-chung berpendapat bahwa hal itu tidak ada kaitannya.

 

Masalah Struktural Israel-Palestina, Solusi Dua Negara Sebagai Dasar Penyelesaian

Mengamati perkembangan lanjutan dari konflik ini, Lin Tai-ho mengatakan bahwa setelah diserang, Israel sebenarnya memiliki hak untuk membalas. Namun, Israel melancarkan serangan tanpa membeda-bedakan di wilayah Gaza, yang mungkin akan memperdalam dendam dan menyebabkan krisis kemanusiaan.

"Ini memberikan alasan bagi Hamas atau kelompok teroris lainnya," katanya, dan bisa membuat penduduk di wilayah Gaza semakin mendukung Hamas.

Sebagai seorang ahli yang mempelajari terorisme internasional, Lin Tai-ho menjelaskan lebih lanjut, "Hamas bukan sekadar kelompok teroris, tetapi lebih kepada ideologi, sebagai respons terhadap penindasan Israel kepada rakyat Palestina."

Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah ini, pendekatan yang harus diambil adalah menghadapi "ideologi" tersebut secara langsung. Namun, tindakan Israel saat ini, meskipun mungkin menghasilkan kemenangan militer jangka pendek, tetapi tidak akan mampu mengatasi masalah struktural jangka panjang.

Untuk mencari solusi jangka panjang bagi konflik Israel-Palestina, solusi dua negara sering kali dianggap sebagai dasar yang paling realistis. Ini berarti mengakui hak kedua bangsa untuk memiliki negara berdaulat masing-masing, serta hidup berdampingan dalam perdamaian.

Namun, tantangannya adalah bagaimana mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua pihak dan implementasi yang efektif dari solusi tersebut.

Penyiar

Komentar