(Taiwan, ROC) --- Komunitas LGBTQ+ juga prihatin dengan kemenangan Erdogan. Hak dan kebebasan komunitas LGBTQ+ juga menjadi sasaran empuk dalam kampanye pemilu Turki tahun ini.
Selama kampanye, Erdogan berulang kali mengkritik lawannya karena mendukung hak-hak LGBTQ+. Ia menganggap bahwa kelompok LGBTQ+ adalah sebuah ancaman, dan pada saat yang sama Erdogan mengumpulkan kekuatan dari kelompok konservatif.
Karena takut kehilangan dukungan dari beberapa pemilih, sebagian besar kubu anti Erdogan memilih untuk menghindari membahas isu-isu serupa.
Dalam sebuah simposium yang dihelat bersama generasi muda pada awal bulan Mei, Erdogan menyampaikan, “Jika konsep tentang keluarga tidak diperkuat, maka negara akan segera hancur.”
Ia melanjutkan, “LGBT adalah racun yang disuntikkan ke dalam pemahaman konsep keluarga. Sebagai negara yang 99% penduduknya adalah Muslim, kami tentu tidak bisa menerima racun ini.”
Erdogan sekali lagi menegaskan pertentangannya terhadap LGBTQ+ saat menyampaikan pidato kemenangannya.
Aktivis sosial HAM, Emma Sinclair-Webb menyampaikan, “Ia kembali menyebutkan hal tersebut dalam pidato kemenangannya. Ini adalah pengingat yang mengerikan, yang menekankan bahwa ia benar-benar menempatkan komunitas LGBT pada risiko yang sangat besar.”
Komunitas LGBTQ+ Kian Memburuk
Banyak yang khawatir bahwa pernyataan ofensif Erdogan dapat semakin memperburuk lingkungan hidup yang notabene sudah sulit bagi komunitas LGBTQ+ di Turki.
Dari 49 negara di Eropa, Turki menempati peringkat kedua terbawah dengan jaminan HAM LGBTQ+ terburuk. Ini adalah survei yang dilakukan oleh ILGA-Europe pada tahun lalu. Dan semenjak tahun 2015, pemerintahan Erdogan resmi melarang parade Pride di Turki.
Selain itu, pemerintah Erdogan juga menarik diri dari perjanjian Eropa yang menekankan akan perlindungan perempuan dari kekerasan dalam rumah tangga dikarenakan adanya tekanan dari kelompok konservatif yang menyampaikan bahwa perjanjian bersangkutan mempromosikan homoseksualitas.
Gerakan-gerakan seperti demikian juga telah berulang kali menggagalkan gerakan kesetaraan gender di Turki.
Meski tekanan atau pembatasan masih akan terus berlangsung di bawah pemerintahan Erdogan, tetapi hal tersebut tidak menghentikan asosiasi LGBTQ+ di Turki untuk terus bersuara.
Dalam sebuah pernyataan terbuka, asosiasi bersangkutan menyampaikan, “Terlepas dari komitmen mereka untuk mengurung kami, kami telah keluar dan tidak akan pernah membalikkan kepala kami.”