(Taiwan, ROC) --- Jutaan warga Prancis turun ke jalan melancarkan aksi protes menentang keputusan pemerintah untuk memperpanjang masa pensiun. Gelombang demonstrasi yang melanda Prancis, juga menjadi fokus banyak penggiat politik setempat.
Guna menjaga kelangsungan negara dari ancaman kebangkrutan, pemerintahan Presiden Emmanuel Macron bersikukuh menerapkan wacana reformasi pensiun.
Namun, sebagian besar warga Prancis menentang keras kebijakan tersebut. Di tengah ketidakpuasan yang ada, masyarakat Prancis berkumpul dan melancarkan gelombang protes yang disinyalir adalah yang terbesar dalam beberapa tahun belakangan.
RUU Diloloskan Secara Paksa, Warga Tidak Terima
Setelah pemerintah Prancis memaksakan realisasi RUU Reformasi Pensiun, Presiden Emmanuel Macron lebih lanjut menyampaikan bahwa dirinya akan menerapkan sistem pensiun yang baru selambat-lambatnya sebelum akhir tahun. Hal ini sudah menjadi keputusan bulatnya, meski Emmanuel Macron harus kehilangan dukungan dari para warga Prancis. Salah satu poin dari RUU bersangkutan, yang membuat mayoritas warga Prancis geram adalah usia pensiun ditingkatkan, dari yang semula 62 tahun, kini menjadi 64 tahun.
Semenjak bulan Januari 2023, warga Prancis telah meluncurkan beberapa gelombang aksi protes di seluruh negeri. Bahkan ada delapan serikat pekerja utama di Prancis yang juga melancarkan aksi mogok besar-besaran, guna menentang kebijakan yang tengah digodok oleh pemerintah
Aksi protes tidak dapat dihindarkan lagi di tengah keputusan pemerintah untuk tetap merealisasikan RUU yang ada. Anggota pekerja pembersih jalan di ibukota Paris memilih untuk tidak bekerja dan bergabung dengan kumpulan massa. Akibatnya ada sekitar 10.000 ton sampah menumpuk di sudut-sudut jalan kota Paris.
Tidak sedikit dari para pedemo yang kemudian sengaja menyulut api di tengah tumpukan sampah. Polisi dan staf keamanan dikerahkan ke jalan, untuk kemudian menghalau perbuatan massa dengan cara menyemprot cairan gas air mata.
Di samping itu, aksi mogok kerja juga dilakukan oleh kalangan pekerja di sektor kilang minyak, pembangkit listrik dan administrasi perkeretaapian setempat. Hal tersebut tentu memperparah dan mempengaruhi keseharian dan kelancaran warga Prancis di seluruh penjuru negeri.
Mosi Tidak Percaya Dilayangkan Atas Presiden Emmanuel Macron
Terlepas dari keluhan publik yang luar biasa dan ketidakpuasan dari partai oposisi, pemerintah Prancis tetap bersikeras untuk merealisasikan reformasi pensiun kali ini. Pada tanggal 16 Maret 2023, Perdana Menteri Prancis, Elisabeth Borne menggunakan trik pamungkas, yakni menggunakan hukum konstitusi Pasal 49 Paragraf 3, untuk kemudian meloloskan amandemen yang ada, tanpa melalui pemungutan suara di tingkat Majelis Nasional.
Aksi tersebut hanya membuat kemarahan masyarakat Prancis semakin meledak-ledak, mereka beranggapan bahwa keputusan PM Elisabeth Borne telah melanggar aturan demokrasi.
Pemerintahan Presiden Emmanuel Macron juga mendapat serangan dari partai sayap kiri dan kanan setempat. Mereka bahkan mengajukan mosi tidak percaya kepada dirinya.
Meski sudah lolos dari mosi tidak percaya sebanyak dua kali di Kongres, tetapi krisis politik dari pemerintahan Presiden Emmanuel Macron belum berakhir, karena suara dari penolakan masyarakat setempat masih terdengar lantang hingga hari ini.