:::

(Part 1) Inflasi Menghantam Daya Beli Warga Dunia, Apakah Dunia Siap Menghadapi Resesi di Depan Mata?

  • 16 September, 2022
Perspektif
(Part 1) Inflasi Menghantam Daya Beli Warga Dunia, Apakah Dunia Siap Menghadapi Resesi di Depan Mata?

(Taiwan, ROC) --- Datangnya wabah COVID-19 telah membuat perekonomian dunia berada di titik terendah. Hal ini diperparah dengan pecahnya krisis Ukraina – Rusia, yang kian memperburuk ekonomi global. Daya konsumsi masyarakat kian melemah akibat inflasi yang meroket, serta kebijakan bank sentral, mengakibatkan indeks ekonomi dunia menurun drastis, dan bukan tidak mungkin akan tergelincir ke dalam resesi.

 

Dunia Sempoyongan Terhantam Inflasi

Semenjak merebaknya wabah COVID-19, ekonomi dunia kian berada di titik tersuram. Kebijakan “lockdown” telah mengacaukan rantai pasokan perindustrian, belum lagi dengan perang Ukraina - Rusia yang semakin membuat harga komoditas dunia melonjak.

Hal di atas diperunyam dengan pengetatan kebijakan moneter dari berbagai negara. Menjadikan tahun 2022 sebagai tahun tersulit bagi perekonomian dunia.

Pemerintah di berbagai belahan dunia tampaknya tidak berdaya melawan lonjakan inflasi yang tinggi. Belum lagi dengan kebijakan “pembersihan” yang diberlakukan oleh RRT terus merugikan sektor manufaktur.

Berbagai faktor disinyalir telah memperburuk risiko yang ada ke depannya, dan hal ini hanya akan memperlambat laju ekonomi di banyak negara.

Berdasarkan data hasil survei terhadap daya pembelian masyarakat di Asia, Eropa dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa aktivitas bisnis kian menyusut, dan ada sedikit harapan untuk membalikkan keadaan, meski hanya dalam jangka pendek.

Kepala ekonom Inggris di Capital Economics, Paul Dales menyampaikan, “Singkatnya, inflasi yang sangat tinggi telah mengakibatkan banyak rumah tangga harus membayar lebih untuk barang dan jasa yang harus mereka beli. Ini berarti, mereka akan membelanjakan lebih sedikit dana untuk barang-barang lainnya.”

 

Kemungkinan Resesi Meningkat

Paul Dales menuturkan, pengurangan output ekonomi telah menjadi faktor utama dari timbulnya resesi. Kenaikan suku bunga hanya memiliki dampak yang kecil, dan sebagian besar diakibatkan oleh inflasi yang meroket.

Semenjak bulan Agustus 2022, aktivitas bisnis di sektor swasta AS terus menyusut, bahkan melantai di level terendah dalam kurun 18 bulan terakhir. Kemerosotan terparah dilaporkan terjadi di sektor jasa.

Jajak pendapat yang dihimpun oleh media Reuters menyampaikan, peluang resesi di AS dalam 1 tahun ini berada di kisaran 45%, sedangkan untuk kurun 2 tahun berada di kisaran 50%. Meski demikian, sebagian besar ekonom percaya kalau masa terjadinya resesi tidak akan lama.

Situasi kemerosotan serupa juga terjadi di kawasan Eropa. Krisis biaya hidup mulai menyerang beberapa negara, membuat masyarakat setempat enggan untuk berbelanja. Aktivitas bisnis di seluruh negara Uni Eropa juga telah merosot selama 2 bulan berturut-turut.

Nilai tukar mata uang Euro terhadap Dolar Amerika Serikat juga berada di titik terendah dalam kurun 20 tahun terakhir. Hal ini kian diperparah dengan lonjakan harga gas alam, yang akan mempercepat Eropa menuju gerbang resesi.

Inggris yang telah memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa, juga mengalami hal serupa. Nilai output dari sektor perindustrian Inggris menurun drastis. Sedangkan sektor jasa yang selama ini cukup dominan menopang perekonomian setempat, juga tidak mengalami perkembangan signifikan. Faktor-faktor di atas telah memperlambat pertumbuhan sektor swasta, yang menandakan resesi akan segera tiba.

Penyiar

Komentar