(Taiwan, ROC) --- Di samping itu, saat Asosiasi Penelitian Angkatan Laut AS menganalisis sebuah foto satelit yang diambil pada tahun 2020 menemukan fakta bahwa Korea Utara tengah berusaha untuk melatih lumba-lumba sebagai persenjataan militer mereka.
Para ahli berspekulasi bahwa proyek pelatihan di atas setidaknya telah dimulai semenjak awal tahun 2015 silam.
Hewan dan Manusia, Hidup Berdampingan Semenjak Dahulu
Menjadikan hewan sebagai alat untuk menyerang atau berperang sebenarnya telah dimulai semenjak terdahulu. Manusia telah melibatkan insting atau kemampuan hewan dalam peperangan di era-era sebelumnya, misal kuda untuk berlari kencang di medan perang atau merpati untuk menyampaikan pesan intelijen.
Di samping itu, kelelawar yang mampu mencari makan dalam kegelapan dan terbang dengan kecepatan mencapai 60mph atau lebih, juga dimanfaatkan oleh beberapa pihak menjadi persenjataan yang mematikan.
Selama Perang Dunia II, militer AS memiliki senjata eksperimental yang dikenal dengan sebutan "Bom Kelelawar". Dalam rencana ini, kelelawar-kelelawar diperlengkapi dengan bom-bom kecil dan disebarkan di Jepang. Bom-bom tersebut dilengkapi dengan timer, sehingga mereka baru meledak ketika kelelawar telah hinggap di gedung-gedung dan menyebabkan kerusakan yang tersebar.
Strategi dasar dari bom kelelawar ini adalah menjatuhkan bahan peledak di kota-kota Jepang, dengan memanfaatkan hewan kelelawar itu sendiri untuk bertengger di tempat yang diinginkan dan meledak.
Namun, penggunaan bom kelelawar ini masih menjadi hal yang sangat kontroversial dan masih berupa proyek percobaan, serta diklaim tidak pernah dipraktikkan dalam PD II.
Penggunaan Maksimal Kotoran Hewan
Tidak hanya menggunakan hewan sebagai media untuk menyerang, bahkan manusia juga memanfaatkan kotoran mereka untuk menguasai medan peperangan. Militer AS diberitakan telah menggunakan kotoran hewan anjing yang digunakan sebagai suar pelacak selama Perang Vietnam, yang kemudian dikenal dengan sebutan T-1151 Dog Doo Transmitter.
Situs berita teknologi "Gizmodo" menyampaikan, perangkat tersebut awalnya dikembangkan oleh dinas intelijen AS pada tahun 1970-an, yang dapat digunakan untuk memantau personil, transportasi dan posisi musuh, atau menemukan tentara yang membutuhkan pertolongan darurat.
Ketika digunakan saat Perang Vietnam, perangkat tersebut diletakkan bersama dengan kotoran anjing atau monyet, guna menipu dan tidak dihancurkan oleh pihak musuh.
Pemancar suar yang berbentuk kotoran anjing atau monyet ini mampu mengirim sinyal ke pusat informasi, dan mengirimkan sinyal pertolongan darurat. Karena bentuknya yang terkesan menjijikkan, sehingga membuat manusia enggan untuk menyentuhnya.
Penggunaan kotoran hewan dianggap sebagai salah satu contoh terbesar dalam sejarah panjang peperangan manusia.