close
RTISISegera unduh Aplikasi ini
Mulai
:::

Dampak Wabah COVID-19 bagi Globalisasi dan Ekonomi Dunia

  • 06 March, 2020
Perspektif
Dampak Wabah COVID-19 bagi Globalisasi dan Ekonomi Dunia

(Taiwan, ROC) --- Wabah epidemi COVID-19 yang sebelumnya dikenal dengan sebutan pneumonia Wuhan ini, membawa dampak negatif di berbagai sektor global. Jika menilik kembali wabah SARS yang pernah mengguncang dunia pada tahun 2003 silam, datangnya epidemi COVID-19 saat ini seakan-akan memberikan peringatan kepada komunitas internasional. Belum lagi dengan maraknya paham proteksionisme saat ini, membuat para penggiat globalisasi mulai kelimpungan. Guna menekan tingkat penyebaran COVID-19, beberapa penggiat ekonomi mulai mencanangkan “langkah darurat”, guna menyelamatkan aset-aset mereka. Tindakan-tindakan penanggulangan pun mulai diterapkan untuk meminimalkan dampak dari epidemi terhadap sektor-sektor bisnis, meliputi industri perjalanan wisata, manufaktur dan ritel global. Dan bukan tidak mungkin, jika wabah COVID-19 dapat merevisi pengertian dari globalisasi itu sendiri.

 

Situasi RRT Saat Ini Jauh Berbeda dari Masa SARS Silam

Jika menilik ke belakang dan melihat perkembangan Republik Rakyat Tiongkok selama 20 tahun terakhir, maka pertumbuhan nilai ekonomi dari Negeri Panda tersebut akan terasa cukup signifikan. Peningkatan ekonomi yang pesat menjadikan RRT sebagai sentral ekonomi dunia dan pusat bergantungnya jaringan industri global. Tidak heran jika dalam beberapa dekade terakhir, sektor pariwisata di berbagai belahan dunia sangat bergantung dengan wisatawan RRT. Menurut laporan yang diterbitkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF), PDB RRT menyumbang 4% dari total pendapatan global di tahun 2003. Hingga tahun 2019, PDB RRT telah melampaui 16% dari seluruh total ekonomi dunia.

Di sektor transportasi penerbangan, total penumpang asal RRT di masa SARS berada di kisaran 1,7 miliar orang, atau sekitar 5% dari jumlah pengguna transportasi udara dunia. Hingga tahun 2018, angka penumpang asal RRT berhasil melampaui 4,3 miliar orang, atau sekitar 14% dari jumlah penumpang dunia.

Di tengah dampak dari epidemi COVID-19 kali ini, permintaan di sektor penerbangan menunjukkan tendensi yang menurun. Banyak maskapai penerbangan dunia menutup sementara jadwal keberangkatan mereka ke kawasan RRT. Penangguhan ini setidaknya akan berlangsung hingga bulan Maret atau April mendatang. Maskapai penerbangan American Airlines Group Inc, United Airlines dan Delta Airlines, telah membatalkan jadwal keberangkatan mereka menuju RRT hingga akhir bulan April mendatang. Pembatalan jadwal penerbangan menuju ke Negeri Panda tersebut, dilaporkan telah memukul berat industri bisnis di sektor perjalanan wisata.

 

Dampak Epidemi Bagi Rantai Pasokan Global

Selain itu, wabah pneumonia COVID-19 juga berdampak negatif bagi sektor industri di kawasan Benua Eropa. Salah satunya adalah perusahaan produsen mobil asal Italia, Fiat Chrysler FCA, yang harus menghentikan kegiatan produksi di salah satu pabrik mereka yang berada di kawasan Serbia, dikarenakan kesulitan memperoleh suku cadang. Ini menjadi pabrik pembuatan mobil pertama di Benua Eropa, yang harus menutup pabrik mereka karena terdampak wabah COVID-19.

Industri elektronik Taiwan memperkirakan, gangguan terhadap sektor ketersediaan rantai pasokan akan terlihat pada awal bulan Maret mendatang. Joerg Wuttke selaku Ketua Kamar Dagang Uni Eropa untuk RRT menyampaikan, jika epidemi ini terus menghantui rantai pasokan global, maka ditakutkan persediaan komoditas antibiotik dunia juga dapat terganggu.

Perputaran ekonomi RRT yang melambat, dikabarkan telah mengakibatkan penurunan harga bahan baku di sektor industri global. Menurut laporan dari media Financial Times, harga logam untuk sektor industri menurun drastis, sedangkan harga emas meningkat tajam. Peningkatan harga emas menjadi salah satu simbol dari takutnya investor global terhadap ketidakpastian ekonomi dunia saat ini. Selain itu, semenjak pertengahan bulan Januari 2020 silam, harga tembaga murni telah merosot 11%. Tendensi menurun juga terlihat pada komoditas minyak dunia, yang membuat para eksportir kelimpungan dan akhirnya mempertimbangkan keputusan untuk mengurangi kuantitas produksi.

 

Konsumsi dan Penjualan Ritel Raksasa Dunia Merosot

Ketakutan terhadap COVID-19 juga berimbas pada berkurangnya minat masyarakat untuk mendatangi kawasan perbelanjaan, meliputi restoran, bioskop dan lain-lain. Ritel-ritel besar dunia tentu merasakan dampak kerugian yang hebat. Pada tanggal 17 Februari 2020, perusahaan teknologi dunia asal Amerika Serikat, Apple, merilis laporan permintaan produk iPhone di RRT yang menunjukkan penurunan drastis. Apple juga memperkirakan, pendapatan global di kuartal 2 tahun 2020, akan berada di bawah target dari yang semula ditetapkan.

 

Tantangan dan Kontemplasi Global Terhadap Penyebaran Epidemi

Media Financial Times percaya, dampak dari COVID-19 akan membawa perubahan dalam globalisasi dunia.

Hingga saat ini, akses keluar masuk ke Kota Wuhan dan beberapa kawasan lainnya di RRT masih ditangguhkan. Duta Besar Negeri Tirai Bambu untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WHO) meminta negara-negara lain untuk tidak menggunakan isu epidemi COVID-19 sebagai alasan untuk mengurangi kerja sama mereka dengan RRT. Media Britania Raya, The Guardian menganalisis, kecemasan ini menjadi bukti ketakutan RRT terhadap keinginan negara-negara di dunia memakai faktor COVID-19, sebagai alasan untuk merealisasikan paham proteksionisme mereka.

Wabah COVID-19 membuat perusahaan multinasional dunia juga telah merasakan konsekuensi akibat terlalu bergantungnya terhadap salah satu penyedia rantai pasokan. Menurut survei yang baru-baru ini digelar oleh Kamar Dagang Amerika Serikat di Shanghai (AmCham) terhadap sepertiga perusahaan multinasional Negeri Paman Sam di RRT menguak, jika pabrik-pabrik di Negeri Tirai Bambu tetap tidak dapat memulai kegiatan operasionalnya, bukan tidak mungkin bagi Amerika Serikat untuk memutuskan memindahkan bisnis mereka keluar dari RRT.

Selain itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga tengah mencanangkan untuk memotong anggaran bagi Pusat Pengendalian Epidemi dan Penyakit Menular setempat (CDC), sebesar 16%. Jika anggaran ini berhasil diloloskan, maka kontribusi Negeri Paman Sam bagi dana Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan menurun sebanyak 40%. Sebelumnya, anggaran tahunan WHO berkisar US$ 4,8 miliar, dan dana dari Amerika Serikat tersebut berhasil menyumbang proporsi pendapatan WHO sebesar 2,5%. Pengurangan dana WHO tersebut tentu akan berdampak pada mekanisme kesehatan masyarakat dunia di masa mendatang.

 

Penyiar

Komentar