
(Taiwan, ROC) --- Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok melakukan latihan militer di sekitar perairan Taiwan, sebagai tanggapan atas kedatangan Ketua DPR AS, Nancy Pelosi ke Taiwan. Media asing menganalisis, rangkaian aksi militer Tiongkok yang diperlihatkan tidak hanya telah mengintimidasi Taiwan dan Amerika Serikat, melainkan untuk mereda luapan protes yang terjadi di dalam Tiongkok sendiri. Banyak pihak yang kecewa terhadap aksi RRT yang dinilai kurang agresif.
Pada tanggal 8 Agustus 2022, media New York Times mewartakan, kedatangan Nancy Pelosi ke Taiwan telah mendatangkan amarah warga Negeri Tirai Bambu. Mereka menilai otoritas Beijing kurang agresif dalam bertindak, sehingga tidak mampu mencegah kedatangan Nancy Pelosi ke Taiwan. Setelah otoritas Beijing mengumumkan akan menggelar latihan militer, opini publik mulai berubah. Mayoritas dari mereka mendukung balik keputusan yang diambil oleh pemerintah Beijing.
Pada tanggal 2 Agustus 2022, Nancy Pelosi tiba di Taiwan. Ia juga menjadi pejabat tinggi AS pertama yang berkunjung ke Taiwan selama kurun 25 tahun belakangan. Warga Tiongkok menyatakan amarah dan rasa malu mereka, karena otoritas Beijing dianggap gagal dan tidak mampu mencegah hal tersebut terjadi.
Pejabat setempat kemudian melancarkan pernyataan "konsekuensi serius" dari kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan.
Laporan tersebut melaporkan, otoritas RRT tidak mengambil tindakan lebih "ekstrem" dalam mencegah kunjungan Nancy Pelosi ke Taiwan. RRT hanya mengeluarkan pernyataan yang mengutuk dan mengumumkan akan menggelar latihan militer.
Kemudian pada tanggal 6 Agustus 2022, salah satu media resmi mewartakan bahwa ada salah seorang tentara Tiongkok mengamati kapal perang Taiwan melalui teropong dan ia terkejut dengan fasilitas pertahanan yang dimiliki Taiwan.
Pemberitaan di media tersebut kemudian mengubah opini publik di kawasan setempat.
"Ini semua adalah kesalahan negara saya sendiri," tulis salah seorang netizen Tiongkok.
Media resmi RRT telah berulang kali memberitakan perihal latihan militer yang dihelat di sekitar perairan Taiwan. Pemberitaan tersebut tentu mendatangkan antusias tinggi dari warga setempat. Bahkan tagar yang berbunyi "memiliki tekad dan kemampuan untuk melindungi persatuan unifikasi negara" telah dilihat sebanyak 780 juta kali (per tanggal 8 Agustus 2022).
Seorang tenaga pengajar di Hong Kong Baptist University menyampaikan, sulit untuk menilai sejauh mana perubahan opini publik setempat sekarang ini, karena adanya kontrol pemerintah dalam akses internet. Namun demikian, menilik dari bagaimana setempat memberitakan peristiwa ini, dapat terlihat bahwa pejabat setempat tengah berupaya untuk mengendalikan kekecewaan publik.
Media resmi RRT tengah menerapkan beberapa langkah untuk mendinginkan situasi yang berkembang saat ini.